Jumat, 29 Maret 2013

Resep Kebab ala chef bejo...murah dan mudah



Edisi nguprak-nguprik dapoerku kali ini agak beda. Setelah sukses dengan nasi Kabsahnya. sekarang mau nyoba bikin kabab. Tapi bingung tingkat dewa karena waktu nyari resep kabab dengan cita ras indonesia di tempatnya eyang google. tapi kaget tingkat provinsi ternyata tang muncul adalah cara membuat sawarma. Mungkin dikarenakan adanya perbedaan presepsi antara kabab indonesia dengan kabab di saudi arabia.



sebelum gue ngomongin tentang gimana cara bikin kabab ala chef bejo. ada baiknya dulu ane berbagi ilmu tentang kabab itu sendiri. Kebab (kebap, kabab, kebob, kabob, kibob, kebhav, atau kephav) adalah sebutan untuk berbagai hidangan daging panggang/bakar yang ditusuk memakai tusukan atau batang besi. Hidangan ini umum dijumpai dalam masakan Laut Tengah. Nama kebab berasal dari bahasa Arab: kabab (کباب) yang awalnya berarti daging goreng, bukan daging panggang/bakar. Kata kabab kemungkinan berasal dari bahasa Aram: כבבא kabbābāyang mungkin berasal dari bahasa Akkadia: kabābu yang berarti "bakar, panggang". Pada abad ke-14, kebab menjadi sinonim dengan tabahajah, hidangan berupa potongan daging goreng dalam bahasa Persia. Dalam buku-buku berbahasa Turki, istilah kebab sering dipakai untuk bola-bola daging yang dibuat dari daging ayam atau daging domba cincang. Istilah kebabbaru berarti hidangan daging panggang (shish kebab) sejak zaman Kesultanan Utsmaniyah, namun masih ada istilah lain yang lebih kuno untuk daging panggang, yakni shiwa` (شواء ) asal bahasa Arab. Walaupun demikian, kebab masih dipakai dalam pengertian aslinya dalam berbagai hidangan seperti semur, misalnya tas kebab (kebab dalam mangkuk) dari Turki. Dalam masakan Mesir ada hidangan semur daging sapi dan bawang bombay yang disebut kebab halla.

Udah dulu yaa cerita tentang kebab/kababnya sekarang tinggal gimana cara bikinnya?

Resep Bahan Kebab :

500 gram daging sapi/kambing/ayam/ikan/udang giling (terserah selera masing")
1 siung bawang bombay, blender halus
4 siung bawang merah
2 siung bawang putih
1 sendok teh cabai merah bubuk
1/2 sendok teh ketumbar bubuk
lada bubuk secukupnya
1/2 sendok jinten bubuk
2 sendok makan minyak zaitun
garam secukupnya

Cara Membuat Kebab :


Campur bawang dan semua bumbu bubuk ke dalam daging giling, aduk dengan tangan agar adonan tercampur rata. Bentuk adonan menjadi kebab memanjang.
Oles setiap kebab dengan minyak zaitun. Tusuk dengan tusukan sate, atur kebab di atas bara arang. Panggang sambil dibolak-balik hingga matang merata.
Sajikan hangat dengan nasi dan salad.

Tips :
Karena ini resep ala chef bejo maka tidak ketinggalan sambel kacang dan madu yang dijadikan satu sebagai bumbu penyedap masakan kabab ini.

Selamat mencoba Resep Kebab ala chef bejo

Minggu, 17 Maret 2013

Penisbatan WAHABI kepada Al-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah salah kaprah

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kelarga, sahabat, dan siapa saja yang komitmen dan istiqamah dengan sunnah-sunnahnya.

Istilah "Wahabi" sedang menghangat seiring dengan gerakan deradikalisasi yang membidik para aktifis dakwah dan jihad. Bahkan secara tegas, seorang tokoh islam indonesia telah mengaitkan antara radikalisme dengan pergerakan dakwah Wahabi. Dengan tegas ia menuduh gerakan dakwah yang merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah dengan pemahaman ulama salaf ini sebagai biang kerok dan sumber konflik di tengah-tengah masyarakat. (naudzubillah min dzalik)

“Kita bisa mencermati pergerakan paham Wahabi di negeri kita yang secara mengendap-endap telah memasuki wilayah pendidikan dengan menyuntikkan ideologi puritanisme radikal, semisal penyesatan terhadap kelompok lain hanya karena soal beda masalah ibadah lainnya. Di berbagai daerah bahkan sudah terjadi ‘tawuran’ akibat model dakwah Wahabi yang tak menghargai perbedaan pandangan antar-muslim. Model dakwah semacam ini bisa berpotensi menjadi ‘cikal bakal’ radikalisme,” tulis tokoh islam pada harian Republika (3/10/2011), dengan judul, Radikalisme, Hukum, dan Dakwah.

Sebenarnya, stigma "Wahabi" merujuk pada sosok ulama abad ke-18, bernama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimy An-Najdi. (bisa dilihat biografinya di Biografi para ulama ahlul hadits mulai dari zaman sahabat hingga sekarang yang masyhur)

Gerakan dakwahnya mengusung tajdid dan tashfiyah (pembaharuan dan pemurnian) akidah kaum muslimin dari beragam kemusyrikan dan amaliah yang tidak diajarkan oleh Islam. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang dai yang tak pernah menyebut kiprah dakwahnya dengan penamaan dakwah Wahabi atau tak pernah mendirikan organisasi dakwah bernama Wahabi. Istilah Wahabi baru muncul belakangan, itupun dengan tujuan stigmatisasi oleh mereka yang tak setuju dengan pemikiran yang diusung dalam dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab.

Di Indonesia, stigma Wahabi juga pernah dilekatkan pada ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan Persatuan Islam (PERSIS). Tokoh-tokoh seperti KH Ahmad Dahlan, Syaikh Ahmad Soorkati, A. Hassan, dianggap sebagai pengusung paham Wahabi di Indonesia. Bahkan, jauh sebelum itu, pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol pun pernah disebut sebagai pengusung dakwah Wahabi. Baik Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab ataupun generasi dakwah selanjutnya di seluruh dunia yang sepaham dengan pemikirannya tak pernah ada yang dengan tegas menyatakan dirinya sebagai Wahabi.

Stigmatisasi "Wahabi" kepada jamaah kaum muslimin tertentu yang tidak sepaham dalam beberapa persoalan fikih ibadah dan tradisi keagamaan dengan paham yang dianut oleh sang tokoh itu menjadi senjata pemecahbelah Ukhuwah Islamiyah. Padahal persoalan khilafiyah tidak boleh menjadi ma'aqid (pengikat) al-wala' dan al-bara'. Disebutkan dalam Maa Laa Yasa’ al-Muslima Jahluhu, DR. Abdullah Al-Mushlih dan DR. Shalah Shawi, "Jama’ah (persatuan) kaum muslimin tidak boleh terpecah hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah-masalah furu’iyah ini. Walaupun hal ini tidak boleh menjadi halangan bagi seseorang untuk melakukan penelitian ilmiah dalam masalah ini, dengan harapan mendapatkan kebenaran hakiki. Tetapi dengan catatan jangan sampai menimbulkan debat kusir dan fanatisme."

Maka penyematan gelar "wahabi" itu hanya dilakukan oleh orang, yang sadar atau tidak, ingin memecah belah umat. Apalagi stigma ini akan diarahkan demi satu kepentingan duniawi, mencari dukungan suara kelompok tertentu atau supaya mendapat imbalan dari pihak berkuasa. Sehingga ia menjadi senjata yang diarahkan kepada siapa yang berbeda dengannya dan tak sepahaman dengan kebijakannya. Padahal yang dituduh wahabi banyak yang tidak mengakui dan menamakan diri sebagai wahabi. Terkadang mereka sendiri merasa aneh kok digelari wahabi hanya karena menerangkan sunnah dengan pemahaman ulama salaf, Aneh bin ajaib sekali.

Biasanya juga, "wahabi" dijadikan senjata untuk menolak argumentasi yang ditegakkan. Cukup dengan menyebut lawan diskusi sebagai wahabi, maka semua kalimat yang dilisankannya tak memiliki arti. Senjata yang sangat murah dan mematikan untuk membunuh argumentasi lawan diskusi. Juga ia menjadi promosi jitu untuk mencari dukungan dari maysarakat umum dan awam yang sudah terkena propaganda "anti wahabi", yang seolah dikesankan wahabi anti dengan tradisi.

Dari pengkajian yang kami lakukan, orang yang disebut-sebut sebagai wahabi, -walaupun yang dituduh tidak pernah memakai nama wahabi dan tidak mengakuinya- adalah orang yang menyeru kepada Qaulullah Wa Qaulurrasul (firman Allah dan sabda Rasul-Nya). Dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah yang dikatakan sebagai pendiri wahabi adalah seorang dai pada abad 18 Masehi yang mengajak manusia kepada firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Mengajak manusia untuk kembali kepada akidah para ulama salaf dari kalangan sahabat Nabi dan dua generasi yang mengikuti mereka dengan baik. Di mana Allah menjadikan keimanan mereka sebagai standar keimanan,
 

فَإِنْ آَمَنُوا بِمِثْلِ مَا آَمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ

"Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu)." (QS. Al-Baqarah: 137)

Dakwah beliau rahimahullah mengajak manusia kepada sunnah Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan mengikuti manhaj para sahabatnya dalam memahami sunnah. Jika demikian apa yang salah dari dakwah beliau? Memang diakui bahwa prinsip fikih yang beliau anut adalah Hambali, mengikuti paham fikih Imam Ahmad bin Hambal. Dan Hambali termasuk satu dari empat madhab fikih besar yang diakui dan menjadi bagian dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Isi dakwah beliau yang paling menonjol adalah memberikan prioritas kepada perbaikan akidah dan meninggalkan berbagai bentuk kesyirikan, memerangi bid'ah dan khurafat yang banyak digandrungi oleh ahli kalam dan ghulath mutashawifi serta Syi'ah. Beliau mengajak untuk mengikuti akidah para salaf (baca; sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in) dalam akidah dan amal. Dakwah beliau juga mengkritisi semua paham yang bertentangan dengan paham ulama salaf dan manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Dari sini terbukti bahwa manhaj dakwah beliau adalah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, agar kaum muslimin mengembalikan persoalan keislaman kepada Al-Qur'an dan al-Sunnah sesuai dengan yang dipahami generasi sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan dua generasi sesudahnya.

Maka dari sini, gerakan dakwah yang mereka tuduh sebagai wahabi adalah dakwah yang menyeru kepada tauhidullah (mengesakan Allah), mentaati Allah dan Rasul-Nya. "Wahabiyah" tidak membawa paham baru, namun mengikuti dan melanjutkan paham Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang orisinil, yaitu menyeru kepada tauhidullah dan ittiba' kepada Rasul-Nya Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Dan dalam persoalan fikih mereka lebih banyak mengambil dari madhab Hambali yang dinisbatkan kepada Ahmad bin Hambal, murid kesayangan dari Imam al-Syafi'i rahimahullah Ta'ala. Kecuali jika didapatkan dalam beberapa persoalan madhab Hambali menyalahi pendapat ulama yang arjah (lebih kuat), yakni berdasarkan dalil yang mendukungnya, maka mereka mengambil dalil. Dan ini merupakan intisari dari madhab imam yang empat. "Jika hadits itu jelas shahih maka itulah madhabku" kata imam al-Syafi'i.
 

Kesimpulan dan Penutup

Dimunculkannya istilah "Wahhabi" sebagai julukan bagi pengikut dakwah Al-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, merupakan satu trik musuh-musuh Islam dan orang yang dalam hatinya terdapat kedengkian dan penyakit untuk menghempaskan kepercayaan umat kepada dakwah tauhid tersebut. Oleh karena itu setiap muwahhid dan pecinta sunnah Rasul yang bersih hatinya serta selektif dalam menerima berita tidak mudah untuk ditipu dan dibohongi dengan istilah-istilah murahan seperti 'aliran wahabi'.

Sebenarnya, Al-Wahabiyah merupakan firqah sempalan Ibadhiyah khawarij yang timbul pada abad ke 2 (dua) Hijriyah (jauh sebelum masa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab), yaitu sebutan Wahabi nisbat kepada tokoh sentralnya Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H. Wahabi merupakan kelompok yang sangat ekstrim kepada ahli sunnah, sangat membenci syiah dan sangat jauh dari Islam.

Untuk menciptakan permusuhan di tengah Umat Islam, kaum Imperialisme dan kaum munafikun memancing di air keruh dengan menyematkan baju lama (Wahabi) dengan berbagai atribut penyimpangan dan kesesatannya untuk menghantam dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau setiap dakwah mana saja yang mengajak untuk memurnikan Islam. Karena dakwah beliau sanggup merontokkan kebatilan, menghancurkan angan-angan kaum durjana dan melumatkan tahta agen-agen asing, maka dakwah beliau dianggap sebagai penghalang yang mengancam eksistensi mereka di negeri-negeri Islam.

Contohnya: Inggris mengulirkan isue wahabi di India, Prancis menggulirkan isu wahabi di Afrika Utara, bahkan Mesir menuduh semua kelompok yang menegakkan dakwah tauhid dengan sebutan Wahabi, Italia juga mengipaskan tuduhan wahabi di Libia, dan Belanda di Indonesia, bahkan menuduh Imam Bonjol yang mengobarkan perang Padri sebagai kelompok yang beraliran Wahabi. Semua itu, mereka lakukan karena mereka sangat ketakutan terhadap pengaruh murid-murid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang mengobarkan jihad melawan Imperialisme di masing-masing negeri Islam.

Tuduhan buruk yang mereka lancarkan kepada dakwah beliau hanya didasari tiga faktor:

1. Tuduhan itu berasal dari para tokoh agama yang memutarbalikkan kebenaran, yang hak dikatakan bathil dan sebaliknya, keyakinan mereka bahwa mendirikan bangunan dan masjid di atas kuburan, berdoa dan meminta bantuan kepada mayit dan semisalnya termasuk bagian dari ajaran Islam. Dan barangsiapa yang mengingkarinya dianggap membenci orang-orang shalih dan para wali.

2. Mereka berasal dari kalangan ilmuwan namun tidak mengetahui secara benar tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan dakwahnya, bahkan mereka hanya mendengar tentang beliau dari pihak yang sentimen dan tidak senang Islam kembali jaya, sehingga mereka mencela beliau dan dakwahnya sehingga memberinya sebutan Wahabi.

3. Ada sebagian dari mereka takut kehilangan posisi dan popularitas karena dakwah tauhid masuk wilayah mereka, yang akhirnya menumbangkan proyek raksasa yang mereka bangun siang malam.

Dan barangsiapa ingin mengetahui secara utuh tentang pemikiran dan ajaran Syaikh Muhammad (Abdul Wahab) maka hendaklah membaca kitab-kitab beliau seperti Kitab Tauhid, Kasyfu as-Syubhat, Usul ats-Tsalatsah dan Rasail beliau yang sudah banyak beredar baik berbahasa arab atau Indonesia.

Penulis: Ustadz Zainal Abidin, Lc. Dan Artikel ini sebelumnya dipublikasikan oleh Koran Republika, edisi Selasa, 25 Agustus 2009.Dipublikasi ulang oleh muslim.or.id dengan penambahan beberapa catatan kecil.

Ngawurnya tuduhan tadi dapat dilihat dari salah kaprahnya dalam menggunaan istilah "Wahhabi", yang merupakan penisbatan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab.

Al-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Penisbatan (Wahhabi -pen) tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Semestinya kalaupun harus ada faham baru yang dibawa oleh "Al-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab" bentuk penisbatannya adalah ‘Muhammadiyyah’, karena sang pengemban dan pelaku dakwah tersebut adalah Muhammad, bukan ayahnya yang bernama Abdul Wahhab.” (Lihat Imam wa Amir wa Da’watun Likullil ‘Ushur, hal. 162)




Wallahu Ta'ala A'lam.

Jumat, 08 Maret 2013

Hidup Kita cuma 1,5 jam saja didunia ini


Hidup Kita cuma 1,5 jam saja didunia ini:
Mari kita lihat berdasarkan Al Qur’an sebagai sumber kebenaran absolut.

وَيَسْتَعْجِلُونَكَبِالْعَذَابِوَلَنيُخْلِفَاللَّهُوَعْدَهُوَإِنَّيَوْمًاعِندَرَبِّكَكَأَلْفِسَنَةٍمِّمَّا تَعُدُّونَ

Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun yang kamu hitung. (QS. 22:47)

1 hari akhirat = 1000 tahun.
24 jam akhirat = 1000 tahun.
3 jam akhirat = 125 tahun.
1,5 jam akhirat = 62,5 tahun.

Apabila umur manusia itu rata-rata 60-70 tahun, maka hidup manusia ini jika dilihat dari langit hanyalah 1,5 jam saja. Pantaslah kita selalu diingatkan masalah waktu.

Ternyata hanya satu setengah jam saja yang akan menentukan kehidupan abadi kita kelak, hendak di Surga atau Neraka.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

"Hai manusia, kamu-lah yang berkehendak (meminta rahmat) kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu), lagi Maha Terpuji." (QS 35:15)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الرَّسُولُ بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ فَآمِنُوا خَيْرًا لَكُمْ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan sedikitpun kepada Allah) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. 4:170)

Cuma satu setengah jam saja cobaan hidup, maka bersabarlah

وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ

Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (QS 74:7)

وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِينَ تَقُومُ

"Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Rabb-mu, maka sesungguhnya kamu (selalu) berada dalam penglihatan Kami," – (QS.52:48)

قُلْ يَٰعِبَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا۟ فِى هَٰذِهِ ٱلدُّنْيَا حَسَنَةٌۭ ۗ وَأَرْضُ ٱللَّهِ وَٰسِعَةٌ ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍۢ

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.( QS 39:1­­0).

Demikian juga hanya satu setengah jam saja kita harus menahan nafsu dan mengganti dgn sunnahNya

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang." – (QS.12:53)

مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا

"Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi, tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku," – (QS.33:38)

“Satu Setengah Jam” sebuah perjuangan yg teramat singkat dan Alloh akan mengganti dengan surga Alloh

وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu’min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; Itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. 9:72)

جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْن ٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدا ً رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ

Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya. (QS. 98:8)

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (QS 4:114).

Maka berjuanglah untuk mencari bekal perjalanan panjang nanti

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan, apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." – (QS.59:18)

مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نَزِدْ لَه ُُ فِي حَرْثِه ِِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤتِه ِِ مِنْهَا وَمَا لَه ُُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيب

Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. (QS. 42:20)

فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآخِرَةِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

"Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS 3:148)

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ

الْمُفْسِدِين

"Dan carilah, pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." – (QS.28:77)

قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلاَّ قَلِيلا ً لَوْ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Kamu tidak tinggal (dibumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui” (QS 23:114)

Semoga bermanfaat bagi kita semua untuk meniti perjalanan hidup kita ini kedepan.

Keistimewaan Hewan Unta hingga disebut dalam Al Quran

 أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
”Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan?(Q.S Al-Gasiyah 88: 17)

Unta (Genus Camelus) adalah hewan yang sangat istimewa. Ia adalah hewan yang sangat kuat hidup dalam suhu panas menyengat di siang hari, kemarau selama berbulan-bulan berturut-turut dan bahkan dingin membeku di malam hari. Semua ini adalah bagian dari lingkungan gurun. Sungguh suatu suasana yang sangat keras. Namun unta di ciptakan khusus untuk kondisi kering dan ia diciptakan untuk melayani manusia. Unta dapat di manfaatkan daging dan susunya, tetapi unta juga sebagai hewan tunggangan dan hewan pengangkut barang.

Jenis Unta ada dua yaitu (1) Unta berpunuk satu (Camelus Bactrianus). (2) Unta berpunuk dua ( Camelus Dromedarius). Dan yang menjadikan hewan ini istimewa adalah :


Tubuhnya
1. Struktur tubuhnya, yang tidak terpengaruh oleh kondisi alam paling keras sekalipun.
2. Tubuhnya memiliki beberapa keistimewaan, yang memungkinkan unta bertahan hidup selama 8 hari tanpa makan dan minum.
3. Tubuhnya mampu mengangkut beban ratusan kilogram selama berhari-hari.
4. Tubuhnya mampu meminimalkan kehilangan air dan mampu mengurangi suhu tubuh dalamnya hingga 30 C pada malam yang dingin di padang pasir.
5. Tubuhnya mampu mengkonsumsi air hingga 30 liter dalam waktu 10 menit.


Bulunya
1. Bulu tebalnya melindungi kulitnya sehingga tidak tertembus sinar matahari meski suhu setinggi 50 C.
2. Bulu tebalnya dapat menghangatkan tubuhnya. Unta berpunuk dua (Camelus Dromedarius) dapat hidup meski suhu serendah -50 C. Unta jenis ini juga mampu bertahan pada lembah dataran tinggi, 4.000 m di atas permukaan laut.


Hidungnya
1. Hidung unta dapat menutup sehingga pasir tidak dapat masuk.
2. Hidungnya memiliki stuktur selaput lendir 100 kali lebih besar dari manusia. Dengan selaput lendir yang besar dan melengkung, unta mampu menyerap 66% kelembaban yang ada di udara.


Matanya
Matanya memiliki dua lapisan bulu mata. Bulu mata ini saling kait seperti perangkap dan melindungi matanya dari badai pasir yang kuat (angin Tornado).

(Harun Yahya, Keajaiban Flora dan Fauna)

Kamis, 07 Maret 2013

Surat yang tertunda

Entah harus mulai dari mana...
Karena di tiap kata yang akan kutulis selalu terbersit waja kalian....
Wajah yang selalu tersenyum di tengah himpitan kesedihan...

Tak pernah hilang dalam ingatan...
Bait demi bait nasehat yang kalian ucapkan.....

Ujung Kuku Tidak pernah habis....
Selalu tumbuh dan tumbuh hingga si tuan kuku itu mati.....
Seperti itu pula rasa rindu dan sayangku pada kalian...
Akan terus tumbuh dan tumbuh....
Hingga akhir hayatku tiba....

Air mata kalian mengalir bulir demi bulir....
setiap kali menyambut kelahiran satu persatu anak-anakmu....
air mataku pun selalu mengalir setiap mengenang jas-jasamu...
Aku berharap Allah membalas kebaikan kalian....


Orang-orang Yang Di do’akan Para Malaikat

Insya Allah berikut inilah orang - orang yang didoakan oleh para malaikat

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga Malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”. (Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’” (Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)

3. Orang - orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan”
(Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4. Orang - orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang - orang yang menyambung shaf - shaf” (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu”. (Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7. Orang - orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’” (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733)

9. Orang - orang yang berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’” (Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang - orang yang sedang makan sahur” Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa “sunnah” (Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh” (Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar,”Sanadnya shahih”)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain” (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343), disarikan dari Syaikh Dr. Fadhl Ilahi

Sumber : (Orang -orang yang Didoakan Malaikat, Pustaka Ibnu Katsir,Bogor, Cetakan Februari 2005)



Biografi para ulama ahlul hadits mulai dari zaman sahabat hingga sekarang yang masyhur :

Sumber : http://ahlulhadist.wordpress.com/


1. Khalifah ar-Rasyidin :
Abu Bakr Ash-Shiddiq
Umar bin Al-Khaththab
Utsman bin Affan
Ali bin Abi Thalib

2. Al-Abadillah :
Ibnu Umar
Ibnu Abbas
Ibnu Az-Zubair
Ibnu Amr
Ibnu Mas’ud
Aisyah binti Abubakar
Ummu Salamah
Zainab bint Jahsy
Anas bin Malik
Zaid bin Tsabit
Abu Hurairah
Jabir bin Abdillah
Abu Sa’id Al-Khudri
Mu’adz bin Jabal
Abu Dzarr al-Ghifari
Sa’ad bin Abi Waqqash
Abu Darda’

3. Para Tabi’in :
Sa’id bin Al-Musayyab wafat 90 H
Urwah bin Zubair wafat 99 H
Sa’id bin Jubair wafat 95 H
Ali bin Al-Husain Zainal Abidin wafat 93 H
Muhammad bin Al-Hanafiyah wafat 80 H
Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud wafat 94 H
Salim bin Abdullah bin Umar wafat 106 H
Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash Shiddiq
Al-Hasan Al-Bashri wafat 110 H
Muhammad bin Sirin wafat 110 H
Umar bin Abdul Aziz wafat 101 H
Nafi’ bin Hurmuz wafat 117 H
Muhammad bin Syihab Az-Zuhri wafat 125 H
Ikrimah wafat 105 H
Asy Sya’by wafat 104 H
Ibrahim an-Nakha’iy wafat 96 H
Aqamah wafat 62 H

4. Para Tabi’ut tabi’in :
Malik bin Anas wafat 179 H
Al-Auza’i wafat 157 H
Sufyan bin Said Ats-Tsauri wafat 161 H
Sufyan bin Uyainah wafat 193 H
Al-Laits bin Sa’ad wafat 175 H
Syu’bah ibn A-Hajjaj wafat 160 H
Abu Hanifah An-Nu’man wafat 150 H

5. Atba’ Tabi’it Tabi’in : Setelah para tabi’ut tabi’in:
Abdullah bin Al-Mubarak wafat 181 H
Waki’ bin Al-Jarrah wafat 197 H
Abdurrahman bin Mahdy wafat 198 H
Yahya bin Sa’id Al-Qaththan wafat 198 H
Imam Syafi’i wafat 204 H

6. Murid-Murid atba’ Tabi’it Tabi’in :
Ahmad bin Hambal wafat 241 H
Yahya bin Ma’in wafat 233 H
Ali bin Al-Madini wafat 234 H
Abu Bakar bin Abi Syaibah Wafat 235 H
Ibnu Rahawaih Wafat 238 H
Ibnu Qutaibah Wafat 236 H

7. Kemudian murid-muridnya seperti:
Al-Bukhari wafat 256 H
Muslim wafat 271 H
Ibnu Majah wafat 273 H
Abu Hatim wafat 277 H
Abu Zur’ah wafat 264 H
Abu Dawud : wafat 275 H
At-Tirmidzi wafat 279
An Nasa’i wafat 234 H

8. Generasi berikutnya : orang-orang generasi berikutnya yang berjalan di jalan mereka adalah:
Ibnu Jarir ath Thabary wafat 310 H
Ibnu Khuzaimah wafat 311 H
Muhammad Ibn Sa’ad wafat 230 H
Ad-Daruquthni wafat 385 H
Ath-Thahawi wafat 321 H
Al-Ajurri wafat 360 H
Ibnu Hibban wafat 342 H
Ath Thabarany wafat 360 H
Al-Hakim An-Naisaburi wafat 405 H
Al-Lalika’i wafat 416 H
Al-Baihaqi wafat 458 H
Al-Khathib Al-Baghdadi wafat 463 H
Ibnu Qudamah Al Maqdisi wafat 620 H

9. Murid-Murid Mereka :
Ibnu Daqiq Al-led wafat 702 H
Ibnu Taimiyah wafat 728 H
• Al-Mizzi wafat 742 H
Imam Adz-Dzahabi (wafat 748 H)
Imam Ibnul-Qoyyim al-Jauziyyah (wafat 751 H)
Ibnu Katsir wafat 774 H
• Asy-Syathibi wafat 790 H
Ibnu Rajab wafat 795 H

10. Ulama Generasi Akhir :
Ash-Shan’ani wafat 1182 H
Muhammad bin Abdul Wahhab wafat 1206 H
Muhammad Shiddiq Hasan Khan wafat 1307 H
Al-Mubarakfuri wafat 1427 H
Abdurrahman As-Sa`di wafat 1367 H
Ahmad Syakir wafat 1377 H
Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh wafat 1389 H
Muhammad Amin Asy-Syinqithi wafat 1393 H
Muhammad Nashiruddin Al-Albani wafat 1420 H
Abdul Aziz bin Abdillah Baz wafat 1420 H
Hammad Al-Anshari wafat 1418 H
Hamud At-Tuwaijiri wafat 1413 H
Muhammad Al-Jami wafat 1416 H
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin wafat 1423 H
Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i wafat 1423 H
Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhahullah
Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullah
Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidhahullah

Selasa, 05 Maret 2013

Belajar ikhlas dalam beribadah...



Alhamdullillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubaarokan fiih kamaa yuhibbu Robbunaa wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.

Fenomena ini yang sering kita lihat pada umat Islam saat ini. Mereka memang gemar melakukan puasa sunnah (yaitu puasa Senin-Kamis dan lainnya), namun semata-mata hanya untuk menyehatkan badan sebagaimana saran dari beberapa kalangan. Ada juga yang gemar sekali bersedekah, namun dengan tujuan untuk memperlancar rizki dan karir. Begitu pula ada yang rajin bangun di tengah malam untuk bertahajud, namun tujuannya hanyalah ingin menguatkan badan. Semua yang dilakukan memang suatu amalan yang baik. Tetapi niat di dalam hati senyatanya tidak ikhlash karena Allah, namun hanya ingin mendapatkan tujuan-tujuan duniawi semata. Kalau memang demikian, mereka bisa termasuk orang-orang yang tercela sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut.
Dengan Amalan Sholeh Hanya Mengharap Keuntungan Dunia, Sungguh Akan Sangat Merugi

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud [11] : 15-16)

Yang dimaksud dengan “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia” yaitu barangsiapa yang menginginkan kenikmatan dunia dengan melakukan amalan akhirat.

Yang dimaksud “perhiasan dunia” adalah harta dan anak.

Mereka yang beramal seperti ini: “niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”. Maksudnya adalah mereka akan diberikan dunia yang mereka inginkan. Ini semua diberikan bukan karena mereka telah berbuat baik, namun semata-mata akan membuat terlena dan terjerumus dalam kebinasaan karena rusaknya amalan mereka. Dan juga mereka tidak akan pernah yubkhosuun, yaitu dunia yang diberikan kepada mereka tidak akan dikurangi. Ini berarti mereka akan diberikan dunia yang mereka cari seutuhnya (sempurna).

Dunia, mungkin saja mereka peroleh. Dengan banyak melakukan amalan sholeh, boleh jadi seseorang akan bertambah sehat, rizki semakin lancar dan karir terus meningkat. Dan itu senyatanya yang mereka peroleh dan Allah pun tidak akan mengurangi hal tersebut sesuai yang Dia tetapkan. Namun apa yang mereka peroleh di akhirat?

Lihatlah firman Allah selanjutnya (yang artinya), “Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka”. Inilah akibat orang yang hanya beribadah untuk mendapat tujuan dunia saja. Mereka memang di dunia akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Adapun di akhirat, mereka tidak akan memperoleh pahala karena mereka dalam beramal tidak menginginkan akhirat. Ingatlah, balasan akhirat hanya akan diperoleh oleh orang yang mengharapkannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ أَرَادَ الْآَخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا

“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu'min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS. Al Israa’: 19)

Orang-orang seperti ini juga dikatakan: “lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. Ini semua dikarenakan mereka dahulu di dunia beramal tidak ikhlas untuk mengharapkan wajah Allah sehingga ketika di akhirat, sia-sialah amalan mereka. (Lihat penjelasan ayat ini di I’aanatul Mustafid, 2/92-93)

Sungguh betapa banyak orang yang melaksanakan shalat malam, puasa sunnah dan banyak sedekah, namun itu semua dilakukan hanya bertujuan untuk menggapai kekayaan dunia, memperlancar rizki, umur panjang, dan lain sebagainya.

Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhu- menafsirkan surat Hud ayat 15-16. Beliau –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya orang yang riya’, mereka hanya ingin memperoleh balasan kebaikan yang telah mereka lakukan, namun mereka minta segera dibalas di dunia.”

Ibnu ‘Abbas juga mengatakan, “Barangsiapa yang melakukan amalan puasa, shalat atau shalat malam namun hanya ingin mengharapkan dunia, maka balasan dari Allah: “Allah akan memberikan baginya dunia yang dia cari-cari. Namun amalannya akan sia-sia (lenyap) di akhirat nanti karena mereka hanya ingin mencari dunia. Di akhirat, mereka juga akan termasuk orang-orang yang merugi”.” Perkataan yang sama dengan Ibnu ‘Abbas ini juga dikatakan oleh Mujahid, Adh Dhohak dan selainnya.

Qotadah mengatakan, “Barangsiapa yang dunia adalah tujuannya, dunia yang selalu dia cari-cari dengan amalan sholehnya, maka Allah akan memberikan kebaikan kepadanya di dunia. Namun ketika di akhirat, dia tidak akan memperoleh kebaikan apa-apa sebagai balasan untuknya. Adapun seorang mukmin yang ikhlash dalam beribadah (yang hanya ingin mengharapkan wajah Allah), dia akan mendapatkan balasan di dunia juga dia akan mendapatkan balasan di akhirat.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, tafsir surat Hud ayat 15-16)
Hanya Beramal Untuk Menggapai Dunia, Tidak Akan Dapat Satu Bagianpun Di Akhirat

Kenapa seseorang beribadah dan beramal hanya ingin menggapai dunia? Jika seseorang beramal untuk mencari dunia, maka dia memang akan diberi. Jika shalat tahajud, puasa senin-kamis yang dia lakukan hanya ingin meraih dunia, maka dunia memang akan dia peroleh dan tidak akan dikurangi. Namun apa akibatnya di akhirat? Sungguh di akhirat dia akan sangat merugi. Dia tidak akan memperoleh balasan di akhirat disebabkan amalannya yang hanya ingin mencari-cari dunia.

Namun bagaimana dengan orang yang beramal dengan ikhlash, hanya ingin mengharap wajah Allah? Di akhirat dia akan memperoleh pahala yang berlipat ganda.

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20)

Ibnu Katsir –rahimahullah- menafsirkan ayat di atas, “Barangsiapa yang mencari keuntungan di akhirat, maka Kami akan menambahkan keuntungan itu baginya, yaitu Kami akan kuatkan, beri nikmat padanya karena tujuan akhirat yang dia harapkan. Kami pun akan menambahkan nikmat padanya dengan Kami balas setiap kebaikan dengan sepuluh kebaikan hingga 700 kali lipat hingga kelipatan yang begitu banyak sesuai dengan kehendak Allah. ... Namun jika yang ingin dicapai adalah dunia dan dia tidak punya keinginan menggapai akhirat sama sekali, maka balasan akhirat tidak akan Allah beri dan dunia pun akan diberi sesuai dengan yang Allah kehendaki. Dan jika Allah kehendaki, dunia dan akhirat sekaligus tidak akan dia peroleh. Orang seperti ini hanya merasa senang dengan keinginannya saja, namun barangkali akhirat dan dunia akan lenyap seluruhnya dari dirinya.”

Ats Tsauri berkata, dari Mughiroh, dari Abul ‘Aliyah, dari Ubay bin Ka’ab -radhiyallahu ‘anhu-, beliau mengatakan,

بشر هذه الأمة بالسناء والرفعة والدين والتمكين في الأرض فمن عمل منهم عمل الآخرة للدنيا لم يكن له في الآخرة من نصيب

“Umat ini diberi kabar gembira dengan kemuliaan, kedudukan, agama dan kekuatan di muka bumi. Barangsiapa dari umat ini yang melakukan amalan akhirat untuk meraih dunia, maka di akhirat dia tidak mendapatkan satu bagian pun.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, Al Hakim dan Al Baiaqi. Al Hakim mengatakan sanadnya shahih. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib)

Terdapat pula riwayat dalam Al Baihaqi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بشر هذه الأمة بالتيسير والسناء والرفعة بالدين والتمكين في البلاد والنصر فمن عمل منهم بعمل الآخرة للدنيا فليس له في الآخرة من نصيب

“Umat ini diberi kabar gembira dengan kemudahan, kedudukan dan kemulian dengan agama dan kekuatan di muka bumi, juga akan diberi pertolongan. Barangsiapa yang melakukan amalan akhirat untuk mencari dunia, maka dia tidak akan memperoleh satu bagian pun di akhirat. ”
Tanda Seseorang Beramal Untuk Tujuan Dunia

Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Siapa yang menjaga diri dari fitnah harta”.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ ، وَالدِّرْهَمِ ، وَالْقَطِيفَةِ ، وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ

“Celakalah hamba dinar, dirham, qothifah dan khomishoh. Jika diberi, dia pun ridho. Namun jika tidak diberi, dia tidak ridho, dia akan celaka dan akan kembali binasa.” (HR. Bukhari). Qothifah adalah sejenis pakaian yang memiliki beludru. Sedangkan khomishoh adalah pakaian yang berwarna hitam dan memiliki bintik-bintik merah. (I’aanatul Mustafid, 2/93)

Kenapa dinamakan hamba dinar, dirham dan pakaian yang mewah? Karena mereka yang disebutkan dalam hadits tersebut beramal untuk menggapai harta-harta tadi, bukan untuk mengharap wajah Allah. Demikianlah sehingga mereka disebut hamba dinar, dirham dan seterusnya. Adapun orang yang beramal karena ingin mengharap wajah Allah semata, mereka itulah yang disebut hamba Allah (sejati).

Di antara tanda bahwa mereka beramal untuk menggapai harta-harta tadi atau ingin menggapai dunia disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya: “Jika diberi, dia pun ridho. Namun jika tidak diberi, dia pun tidak ridho (murka), dia akan celaka dan kembali binasa”. Hal ini juga yang dikatakan kepada orang-orang munafik sebagaimana dalam firman Allah,

وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ

“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” (QS. At Taubah: 58)

Itulah tanda seseorang dalam beramal hanya ingin menggapai tujuan dunia. Jika dia diberi kenikmatan dunia, dia ridho. Namun, jika kenikmatan dunia tersebut tidak kunjung datang, dia akan murka dan marah. Dalam hatinya seraya berujar, “Sudah sebulan saya merutinkan shalat malam, namun rizki dan usaha belum juga lancar.” Inilah tanda orang yang selalu berharap dunia dengan amalan sholehnya.

Adapun seorang mukmin, jika diberi nikmat, dia akan bersyukur. Sebaliknya, jika tidak diberi, dia pun akan selalu sabar. Karena orang mukmin, dia akan beramal bukan untuk mencapai tujuan dunia. Sebagian mereka bahkan tidak menginginkan mendapatkan dunia sama sekali. Diceritakan bahwa sebagian sahabat tidak ridho jika mendapatkan dunia sedikit pun. Mereka pun tidak mencari-cari dunia karena yang selalu mereka harapkan adalah negeri akhirat. Semua ini mereka lakukan untuk senantiasa komitmen dalam amalan mereka, agar selalu timbul rasa harap pada kehidupan akhirat. Mereka sama sekali tidak menyukai untuk disegerakan balasan terhadap kebaikan yang mereka lakukan di dunia.

Akan tetapi, barangsiapa diberi dunia tanpa ada rasa keinginan sebelumnya dan tanpa ada rasa tamak terhadap dunia, maka dia boleh mengambilnya. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits dari ‘Umar bin Khottob,

قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُعْطِينِى الْعَطَاءَ فَأَقُولُ أَعْطِهِ أَفْقَرَ إِلَيْهِ مِنِّى. حَتَّى أَعْطَانِى مَرَّةً مَالاً فَقُلْتُ أَعْطِهِ أَفْقَرَ إِلَيْهِ مِنِّى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خُذْهُ وَمَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلاَ سَائِلٍ فَخُذْهُ وَمَا لاَ فَلاَ تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ ».

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan suatu pemberian padaku.” Umar lantas mengatakan, “Berikan saja pemberian tersebut pada orang yang lebih butuh (lebih miskin) dariku. Sampai beberapa kali, beliau tetap memberikan harta tersebut padaku.” Umar pun tetap mengatakan, “Berikan saja pada orang yang lebih butuh (lebih miskin) dariku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Ambillah harta tersebut dan harta yang semisal dengan ini di mana engkau tidak merasa mulia dengannya dan sebelumnya engkau pun tidak meminta-mintanya. Ambillah harta tersebut. Selain harta semacam itu (yang di mana engkau punya keinginan sebelumnya padanya), maka biarkanlah dan janganlah hatimu bergantung padanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sekali lagi, begitulah orang beriman. Jika dia diberi nikmat atau pun tidak, amalan sholehnya tidak akan pernah berkurang. Karena orang mukmin sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya. Adapun orang yang selalu mengharap dunia dengan amalan sholehnya, dia akan bersikap berbeda. Jika dia diberi nikmat, baru dia ridho. Namun, jika dia tidak diberi, dia akan murka dan marah. Dia ridho karena mendapat kenikmatan dunia. Sebaliknya, dia murka karena kenikmatan dunia yang tidak kunjung menghampirinya padahal dia sudah gemar melakukan amalan sholeh. Itulah sebabnya orang-orang seperti ini disebut hamba dunia, hamba dinar, hamba dirham dan hamba pakaian.
Beragamnya Niat dan Amalan Untuk Menggapai Dunia

Niat seseorang ketika beramal ada beberapa macam:

[Pertama] Jika niatnya adalah murni untuk mendapatkan dunia ketika dia beramal dan sama sekali tidak punya keinginan mengharap wajah Allah dan kehidupan akhirat, maka orang semacam ini di akhirat tidak akan mendapatkan satu bagian nikmat pun. Perlu diketahui pula bahwa amalan semacam ini tidaklah muncul dari seorang mukmin. Orang mukmin walaupun lemah imannya, dia pasti selalu mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat.

[Kedua] Jika niat seseorang adalah untuk mengharap wajah Allah dan untuk mendapatkan dunia sekaligus, entah niatnya untuk kedua-duanya sama atau mendekati, maka semacam ini akan mengurangi tauhid dan keikhlasannya. Amalannya dinilai memiliki kekurangan karena keikhlasannya tidak sempurna.

[Ketiga] Adapun jika seseorang telah beramal dengan ikhlash, hanya ingin mengharap wajah Allah semata, akan tetapi di balik itu dia mendapatkan upah atau hasil yang dia ambil untuk membantunya dalam beramal (semacam mujahid yang berjihad lalu mendapatkan harta rampasan perang, para pengajar dan pekerja yang menyokong agama yang mendapatkan upah dari negara setiap bulannya), maka tidak mengapa mengambil upah tersebut. Hal ini juga tidak mengurangi keimanan dan ketauhidannya, karena semula dia tidak beramal untuk mendapatkan dunia. Sejak awal dia sudah berniat untuk beramal sholeh dan menyokong agama ini, sedangkan upah yang dia dapatkan adalah di balik itu semua yang nantinya akan menolong dia dalam beramal dan beragama. (Lihat Al Qoulus Sadiid, 132-133)

Adapun amalan yang seseorang lakukan untuk mendapatkan balasan dunia ada dua macam:

[Pertama] Amalan yang tidak disebutkan di dalamnya balasan dunia. Namun seseorang melakukan amalan tersebut untuk mengharapkan balasan dunia, maka semacam ini tidak diperbolehkan bahkan termasuk kesyirikan.

Misalnya: Seseorang melaksanakan shalat Tahajud. Dia berniat dalam hatinya bahwa pasti dengan melakukan shalat malam ini, anaknya yang akan lahir nanti adalah laki-laki. Ini tidak dibolehkan karena tidak ada satu dalil pun yang menyebutkan bahwa dengan melakukan shalat Tahajud akan mendapatkan anak laki-laki.

[Kedua] Amalan yang disebutkan di dalamnya balasan dunia. Contohnya adalah silaturrahim dan berbakti kepada kedua orang tua. Semisal silaturrahim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa senang untuk dilapangkan rizki dan dipanjangkan umurnya, maka jalinlah tali silaturrahim (hubungan antar kerabat).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika seseorang melakukan amalan semacam ini, namun hanya ingin mengharapkan balasan dunia saja dan tidak mengharapkan balasan akhirat, maka orang yang melakukannya telah terjatuh dalam kesyirikan. Namun, jika dia melakukannya tetap mengharapkan balasan akhirat dan dunia sekaligus, juga dia melakukannya dengan ikhlash, maka ini tidak mengapa dan balasan dunia adalah sebagai tambahan nikmat untuknya karena syari’at telah menunjukkan adanya balasan dunia dalam amalan ini.
Perbedaan dan Kesamaan Beramal untuk Meraih Dunia dengan Riya’

Syaikh Muhammad At Tamimi –rahimahullah- membawakan pembahasan ini dalam Kitab Tauhid pada Bab “Termasuk kesyirikan, seseorang beribadah untuk mencari dunia”. Beliau –rahimahullah- membawakannya setelah membahas riya’. Kenapa demikian?

Riya’ dan beribadah untuk mencari dunia, keduanya sama-sama adalah amalan hati dan terlihat begitu samar karena tidak nampak di hadapan orang banyak. Namun, Keduanya termasuk amalan kepada selain Allah Ta’ala. Ini berarti keduanya termasuk kesyirikan yaitu syirik khofi (syirik yang samar). Keduanya memiliki peredaan. Riya’ adalah beramal agar dilihat oleh orang lain dan ingin tenar dengan amalannya. Sedangkan beramal untuk tujuan dunia adalah banyak melakukan amalan seperti shalat, puasa, sedekah dan amalan sholeh lainnya dengan tujuan untuk mendapatkan balasan segera di dunia semacam mendapat rizki yang lancar dan lainnya.

Tetapi perlu diketahui, para ulama mengatakan bahwa amalan seseorang untuk mencari dunia lebih nampak hasilnya daripada riya’. Alasannya, kalau seseorang melakukan amalan dengan riya’, maka jelas dia tidak mendapatkan apa-apa. Namun, untuk amalan yang kedua, dia akan peroleh kemanfaatan di dunia. Akan tetapi, keduanya tetap saja termasuk amalan yang membuat seseorang merugi di hadapan Allah Ta’ala. Keduanya sama-sama bernilai syirik dalam niat maupun tujuan. Jadi kedua amalan ini memiliki kesamaan dari satu sisi dan memiliki perbedaan dari sisi yang lain.
Kenapa Engkau Tidak Ikhlash Saja dalam Beramal?

Sebenarnya jika seseorang memurnikan amalannya hanya untuk mengharap wajah Allah dan ikhlash kepada-Nya niscaya dunia pun akan menghampirinya tanpa mesti dia cari-cari. Namun, jika seseorang mencari-cari dunia dan dunia yang selalu menjadi tujuannya dalam beramal, memang benar dia akan mendapatkan dunia tetapi sekadar yang Allah takdirkan saja. Ingatlah ini ... !!

Semoga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa menjadi renungan bagi kita semua,

مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ

“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits ini di Tuhfatul Ahwadzi, 7/139)

Marilah –saudaraku-, kita ikhlashkan selalu niat kita ketika kita beramal. Murnikanlah semua amalan hanya untuk menggapai ridho Allah. Janganlah niatkan setiap amalanmu hanya untuk meraih kenikmatan dunia semata. Ikhlaskanlah amalan tersebut pada Allah, niscaya dunia juga akan engkau raih. Yakinlah hal ini ...!!

Semoga Allah selalu memperbaiki aqidah dan setiap amalan kaum muslimin. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.

Sumber : http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/2775-amat-disayangkan-banyak-sedekah-hanya-untuk-memperlancar-rizki.html