Minggu, 22 Desember 2013

MAAFKAN SAYA KARENA TIDAK MENGUCAPKAN SELAMAT HARI IBU

Setiap tanggal 22 Desember, wall jejaring sosial ana mulai penuh dengan aneka statement...Mulai dari statement "I Love U Mom" atau " I Miss U Mom" dan gue yakin yang nulis status ini, ibu mereka sangat ngerti arti kata ini. Ada juga yang nulis dan ini menambah keyakinan saya kalo ibu-ibu zaman sekarang udah pada fasih bahasa inggris. dan saya juga yakin kalo mereka yang menulis ekspresinya terhadap ibunya di jejaring sosial...pastinya ibundanya pada punya akun jejaring sosial juga! karena akan sangat aneh nulis pesan kepada seseorang melalui suatu media tapi orang yang dikirimin pesan tidak memiliki media tersebut.

Saya sih... seneng-seneng aja dengan alasan Alhamdulillah masih pada "care" sama jasa seorang ibu. Tapi sedih juga sih kalo ngedenger sentilan... masa mengekspresikannya cuma sekali setahun. padahal kasih sayang mereka sepanjang masa. tapi masalah itu nanti aja ngebahasnya. sebelum ngebahas masalah yang itu mungkin alangkah baiknya pada mengetahui kenapa tanggal 22 Desember dijadikan Hari Ibu?

Begini kurang lebih asal usulnya:

Peringatan Hari Ibu diawali dari berkumpulnya para pejuang perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra dan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Salah satu hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Namun penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Bahkan, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember ini sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959.

Tapi jujur sejujurnya... saya tau hari ibu jatuh pada tanggal 22 Desember itu dari jejaring sosial bahkan penjelasan di atas tentang asal-usul hari Ibu juga saya dapatkan dari Mbah google. 

Tapi sebagai seorang muslim... yang semasa kecil diajarkan oleh ibu/ayah tentang dasar-dasar keagamaan, walaupun tidak diajarkan secara langsung (karena ibu/ayah saya bukan ulama). saya harus tau kewajiban saya sebagai anak terhadap orang tua (ibu/bapak):

Mari kita simak Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)

"Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya". (QS. Al Isra’: 23).

Adapun makna ( qadhoo ) =
1.      Berkata Ibnu Katsir : yakni, mewasiatkan.
2.      Berkata Al Qurthubiy : yakni, memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan.
3.      Berkata Asy Syaukaniy: "Allah memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring dengan perintah untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya,
ini pemberitahuan tentang betapa besar haq mereka berdua, sedangkan membantu urusan-urusan (pekerjaan) mereka, maka ini adalah perkara yang tidak bersembunyi lagi (perintahnya).

 (Fathul Qodiir 3/218).

Juga hadits berikut ini: 

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi’, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu’”

(HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).

Dari kedua dalil diatas bagi saya udah jelas..tentang keutamaan berbuat baik kepada kedua orang tua. terlebih kepada ibu. Dan bagi saya untuk mengekspresikan perasaan saya terhadap ibu/ayah saya terlebih karena beliau sudah meninggal dunia. maka mendoakannya, memohonkan ampun atas segala dosa-dosanya, memohon dilapangkan kuburnya dan juga menjalankan perintah agama seperti yang mereka ajakan saat saya masih kecil (insha Allah pahala amalan tersebut juga akan tercurah kepada mereka)

Tapi dari semua alasan diatas yang saya ucapkan ada hikmah kenapa saya harus berbuat baik kepada orang tua:

Pertama : Termasuk Amalan Yang Paling Mulia

Dari Abdullah bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhoinya dia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: "Sholat tepat pada waktunya", Saya bertanya : Kemudian apa lagi?, Bersabada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi  Wasallam "Berbuat baik kepada kedua orang tua". Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi?, Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : "Berjihad di jalan Allah".

(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya).

Kedua : Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya Dosa

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (artinya): "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya….", hingga akhir ayat berikutnya : "Mereka itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka." 

(QS. Al Ahqaf 15-16)

Diriwayatkan oleh ibnu Umar mudah-mudahan Allah meridhoi keduanya bahwasannya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata :

Wahai Rasulullah sesungguhnya telah menimpa kepadaku dosa yang besar, apakah masih ada pintu taubat bagi saya?, Maka bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : "Apakah Ibumu masih hidup?", berkata dia : tidak. Bersabda beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : "Kalau bibimu masih ada?", dia berkata : "Ya" . Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : "Berbuat baiklah padanya".

(Diriwayatkan oleh Tirmidzi didalam Jami’nya dan berkata Al ‘Arnauth : Perawi-perawinya tsiqoh.
Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim. Lihat Jaami’ul Ushul (1/ 406).

Ketiga : Termasuk Sebab Masuknya Seseorang Ke Surga

Dari Abu Hurairah, mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: "Celakalah dia, celakalah dia", Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya : Siapa wahai Rasulullah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : "Orang yang menjumpai salah satu atau kedua orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia tidak masuk surga".

(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1758, ringkasan).

Dari Mu’awiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian berkata : "Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : "Apakah kamu masih memiliki Ibu?". Berkata dia : "Ya". Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : "Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya". 
(Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasa’i dalam Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya, Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248)

Keempat : Merupakan Sebab keridhoan Allah

Sebagaiman hadits yang terdahulu "Keridhoan Allah ada pada keridhoan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua".

Kelima : Merupakan Sebab Bertambahnya Umur

Diantarnya hadit yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : "Barangsiapa yang suka Allah besarkan rizkinya dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahim".

Kenam : Merupakan Sebab Barokahnya Rizki


Dalilnya, sebagaimana hadits sebelumnya.

Jadi sama sekali bukan pekerjaan sia-sia untuk berbakti kepada kedua orang tua.... Saya sedih kalo melihat orang yang menitipkan orang tuanya di panti-panti jompo. atau mengajak orang tuanya untuk tinggal bersamanya tapi ibunya secara tidak sengaja "ditugaskan" untuk menjaga anak-anak mereka. atau anak yang tidak mau berbicara dengan ibunya hanya karena hal-hal sepele. sungguh saat menuliskan hal ini air mata saya ga ketahan dikarenakan saya takut kalau saja ternyata masih ada cita-cita orang tua saya yang belum bisa saya wujudkan. atau mungkin masih ada hal-hal yang membuat sedih (menyakitkan hati orang tua saya) dan belum sempat saya meminta maaf. Saat ini sekali lagi hanya bisa menyisipkan doa kepada Rob Yang Maha Pengasih di tiap untaian doa yang terucap agar Allah memaafkan segala kekurangan saya dan memaafkan kesalahan kedua orang tua saya. semoga Allah merahmati mereka berdua. 

Dan bagi siapa saja yang membaca posting ini dan masih memiliki orang tua maka cium mereka, sayangi mereka, cintai mereka sebagai mana merka sangat mencintai kita sejak dalam kandungan sampai akhir hayat mereka. Luangkan waktu kita untuk mereka sebagai mana mereka meluangkan waktunya untuk mengurus kita saat kecil. Jangan sia-siakan mereka... cintai mereka setiap hari bukan setiap tahun. doakan mereka setiap hari bukan setiap tahun.

emang benar kata pepatah:

" Seorang ibu sanggup menyayangi sepuluh orang anak... Tapi sepuluh orang anak belum tentu sanggup menyayangi seorang ibu"

 رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِـيْراً

Ya Alloh ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku
(QS.Nuh 28)


serta kasihilah mereka berdua seperti mereka mengasihiku sewaktu kecil
(QS. Al-Isro' 24)


Sabtu, 21 Desember 2013

Hal yang membatalkan wudhu beserta penjelasan dalilnya

Nawaqidul Wudhu

ilustrasi from google

Tanya: Apa arti nawaqidul wudhu?

Jawab: Nawaqidul wudhu artinya yang membatalkan wudhu, seperti sesuatu yang keluar dari dua jalan (kencing dan berak), makan daging unta, tidur lama, menyentuh kemaluan dengan syahwat, semua yang mewajibkan mandi, gila, mabuk, pingsan, obat-obat yang menghilangkan kesadaran, dan murtad/keluar dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya-.

Tanya: Apa dalilnya bahwa kencing dan berak membatalkan wudhu?

Jawab: Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah. Dia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Allah tidak akan menerima shalat salah seorang dari kamu apabila telah berhadats hingga dia berwudhu.” (Bukhari, hadits no. 132. Muslim, hadits no. 225)

Lalu ada seorang laki-laki dari penduduk Hadhramaut yang bertanya, “Apa yang dimaksud hadats, wahai Abu Hurairah?” Beliau menjawab, “Yaitu kentut.” (Mutafaq alaih)

Demikian pula hadits Shafwan bin Assal, “Akan tetapi yang temasuk perkara yang membatalkan wudhu adalah buang air besar, buang air kecil, dan tidur.”

Tanya: Apa dalil yang menjelaskan bahwa makan daging unta itu termasuk yang membatalkan wudhu?

Jawab: Dalilnya adalah hadits riwayat dari Jabir bin Samurah, Bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi, “Apakah kami harus wudhu karena makan daging kambing?” Beliau bersabda, “Kalau kamu mau (silakan berwudhu lagi).” Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah kami (harus) wudhu karena makan daging onta?” Beliau bersabda, “Ya.” Laki-laki itu bertanya, “Bolehkah shalat di kandang kambing?” Beliau bersabda, “Ya boleh.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Bolehkah shalat di kandang onta?” Nabi bersabda, “Tidak boleh.” (Ahmad, hadits no. 20287 dan Muslim, hadits no. 360)

Dari al-Barra’ bin ‘Azib berkata, “Rasulullah telah ditanya tentang wudhu karena makan daging unta, maka beliau bersabda, ‘Berwudhulah karenanya.’” Dan ketika ditanya tentang wudhu karena makan daging kambing, beliau bersabda, “Janganlah berwudhu karenanya.” (Ahmad Hadits no. 18067 dan Abu Dawud hadits no. 184)

Ada yang berpendapat bahwa tidak membatalkan wudhu kalau makan unta selain dagingnya seperti, makan hati, limpa, jeroan, lemak, lidah, kepala, punuk, kikil, usus, kuah. Sementara pendapat yang kedua menyatakan tetap batal, karena daging di sini sebagai ungkapan yang menunjukan seluruh apa yang ada dalam binatang. Sesungguhnya pengaharaman babi itu secara keseluruhan (tidak hanya dagingnya saja), maka demikian pulalah halnya mengenai hukum memakan daging onta ini, dagingnya saja atau selain dagingnya tetap membatalkan, dan ini adalah pendapat yang paling kuat dan paling berkah. Wallahu ‘alam.

Tanya: Apa dalil yang menunjukan bahwa tidur sebentar tidak membatalkan wudhu sementara tidur lama (pulas) membatalkan wudhu?

Jawab: Dalilnya adalah riwayat dari Ali bin Abi Thalib beliau berkata, “Telah bersabda Rasulullah, ‘Mata adalah tali pengikat dubur, maka barangsiapa telah tidur hendaklah berwudhu.’” (Ibnu Majah Hadits no. 477, Ahmad Hadits no. 16437. Abu Dawud Hadits no. 203)

Demikian pula dalam hadits Shafwan bin Assal, “Akan tetapi (yang termasuk membatalkan wudhu) adalah buang air besar, buang air kecil dan tidur.”

Adapun dalilnya, yang menyatakan bahwa tidur sebentar tidak membatalkan wudhu adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, “Adalah para sahabat Rasulullah menunggu-nunggu waktu isya hingga larut malam, hingga kepala mereka berkulaian (terantuk-antuk). Kemudian mereka melakukan shalat tanpa wudhu lagi.” (Abu Dawud, hadits no. 200 dan telah dishahihkan Daruqutni dan asalnya dalam riwayat Muslim)

Juga berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Aku bermalam di tempat bibiku, Maimunah. Tatkala Rasulullah berdiri untuk shalat, maka aku pun berdiri di samping kirinya. Lalu beliau memegang tanganku dan menarikku supaya berada di samping kanannya. Lalu aku pun berada di samping kanannya. Apabila aku mengantuk, beliau memegang daun telingaku.” Ibnu Abbas berkata, “Dan Rasulullah shalat dengan sebelas rakaat.”

Tanya: Apa dalil yang menjelaskan bahwa hilang ingatan dengan sebab pingsan, gila, mabuk, atau memakai obat-obatan yang menghilangkan akal itu termasuk membatalkan wudhu?

Jawab: Hilang ingatan itu ada dua jenis, pertama karena tidur. Mengenai dalilnya telah lalu penjelasannya. Kedua hilang akal karena gila, pingsan, mabuk atau yang sejenisnya. Pembatalan wudhunya karena orang yang memiliki sifat semacam ini ketidak sadarannya lebih parah kalau dibandingkan dengan orang tidur, dengan dalil (bukti) dia tidak akan bangun apabila dibangunkan. Karenanya hukum wajibnya berwudhu bagi orang yang hilang akal lebih layak jika tidur lama saja membatalkan wudhu. Dan para ulama telah menjelaskan bahwasannya sebentar atau lamanya gila, mabuk, pingsan atau yang sejenisnya tetap membatalkan wudhu. Ini berdasarkan ijma (kesepakatan) ulama. Telah berkata Ibnu Mundzir, para ulama telah sepakat atas wajibnya wudhu bagi orang yang pingsan.

Tanya: Apa dalil yang menjelaskan bahwa menyentuh-kemaluan baru membatalkan jika diiringi dengan syahwat?

Jawab: Dalam hal ini ada dua periwayatan yang kedua-duanya shahih:

Riwayat pertama, hadits dari Ummu Habibah. Dia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka hendaknya dia berwudhu.’” (Ibnu Majah, hadits no. 481, 482 dan Atsram. Dishahihkan oleh Ahmad dan Abu Zur’ah)

Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda, “Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka janganlah melaksanakan shalat hingga berwudhu.” (HR. Khamsah dan telah dishahihkan oleh Tirmidzi, hadits no. 82 Bukhari berkata dalam bab ini, inilah yang paling shahih)

“Apabila salah seorang di antara kalian tangannya menyetuh kemaluannya, maka wajib atasnya untuk berwudhu.” (HR. Syafi’i dan Ahmad Hadits no. 8199)

Dalam riwayat lain, “Kalau tanpa kain pembatas.”

Dari Umar bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi bersabda, “Setiap laki-laki yang menyentuh kemaluannya, maka hendaknya dia berwudhu dan setiap wanita yang menyentuhnya maka berwudhulah.” (HR. Ahmad)

Riwayat kedua, hadits dari Talq bin Ali, bahwasannya Nabi ditanya tentang menyentuh kamaluan ketika shalat? Maka beliau bersabda, “Bukankah kemaluan itu bagian dari anggata tubuhmu!?” (HR. Ibnu Hibban III/403, Sunan Daruqutni I/149, Majmu Zawaid I/244)

Maka dibutuhkan penggabungan (penyatuan) antara dua riwayat hadits di atas, bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu jika menyentuhnya sebagaimana menyentuh anggota tubuhnya yang lain (seperti menyentuh daun telinga, hidung dan anggota tubuh lainnya) yang terjadi tanpa syahwat. Artinya ketika menyentuh kemaluan tanpa syahwat itu sama seperti menyentuh daun telinga, hidung dan lainnya. Dengan cara inilah kedua hadits tersebut di atas diamalkan. Dan dengan cara penyatuan inilah yang paling baik dan ini pulalah yang telah dipilih oleh jama’ah as-Habu Malik dan sebagian ulama hadits.

Tanya: Apa dalil yang menjelaskan bahwa laki-laki menyentuh wanita atau sebaliknya tanpa pembatas dengan syahwat membatalkan wudhu?

Jawab: Mereka yang berpendapat demikian itu mengambil dalil dari firman Allah, “Atau kalian menyentuh wanita.” (QS. an-Nissa: 43)

Telah berkata Ibnu Mas’ud, “Ciuman termasuk lams dan ciuman itu mengharuskan wudhu.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud) (Dalil yang dijadikan pegangan bagi mereka yang berpendapat batal wudhu bila menyentuh wanita dengan syahwat atau tanpa syahwat hanya pada ayat ini saja, adapun hadits tidak ada satupun yang shahih). Maka jawaban atas mereka yang berpendapat seperti ini sebagai berikut:
Bahwa tafsir kata ‘al-lamsu’ dalam surat an-Nissa ayat 43 di atas yang benar adalah bermakna jima (senggama), dan sesuai dengan dalil yang shahih dari Ibrahim at-Taimiy dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah:
“Adalah Rasulullah mencium salah satu dari istrinya kemudian shalat dan tanpa mengulangi wudhu.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i. Hadits no. 170)

Demikian pula hadits dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya, “Pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah dari tempat tidur, (tatkala meraba-raba mencarinya) maka aku menyentuhnya, aku letakan tanganku pada telapak kakinya yang ketika itu beliau berada di masjid dalam posisi sujud dengan menegakkan kedua telapak kakinya.” (HR. Muslim dan Tirmidzi telah menshahihkan)

Hadits di atas adalah dalil bahwa menyentuh istri dengan syahwat atau tidak dengan syahwat itu tidak membatalkan wudhu dan ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, dan inilah pendapat yang benar.
Tanya: Apa yang dimaksud dengan riddah (murtad)? Dan apa dalil yang menunjukan bahwa riddah itu membatalkan wudhu?

Tanya: Riddah adalah melakukan perkara-perkara yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam, baik dengan ucapan, keyakinan atau dengan keragu-raguan. Jika dia kembali masuk Islam (sementara ketika sebelum murtad dia masih dalam kadaan berwudhu) dia tidak boleh shalat sebelum berwudhu lagi.
Dalilnya adalah firman Allah, “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.’” (QS. az-Zumar: 65)

Firman Allah, “Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” (QS. al-Maidah: 5)

Dan berdasarkan keterangan dari Ibnu Abbas, “Hadats ada dua, hadats lisan dan hadats kemaluan. Hadits lisan lebih berat; dan dari keduanya mengharuskan wudhu.”

Juga berdasarkan keumuman hadits Rasulullah, “Allah tidak menerima shalat salah seorang di antara kalian apabila hadats hingga berwudhu.” (Muttafaq alaih; Bukhari hadits no. 135, 6554. Muslim hadits no. 225)

Tanya: Apa dalil orang yang berpendapat bahwa memandikan mayat membatalkan wudhu?

Jawab: Dalilnya adalah riwayat Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah. Adapun riwayat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas bahwa mereka berdua telah memerintahkan kepada orang yang memandikan mayat supaya berwudhu. Sedangkan riwayat dari Abu Hurairah dia menjadikan minimal yang mesti dilakukan orang yang memandikan mayat adalah berwudhu, dan kami tidak mengetahui ada dari kalangan sahabat yang menyelisihi pendapat mereka. karena kebanyakan orang yang memandikan mayat itu tangannya tidak bisa menghindari dari menyentuh kemaluan, maka berdasarkan keumuman inilah mereka yang memandikan jenazah dianggap telah meyentuh kemaluan, sebagaimana orang yang tidur lama telah dianggap berhadats (karena ketidak sadarannya akan apa yang telah ia perbuat, termasuk jika ia berhadats).

Abu Hasan at-Taimi berkata, “Tidak ada wudhu bagi orang yang memandikan mayit.” Ini adalah pendapat mayoritas fuqaha dan inilah yang benar insyaAllah. Adapun dalilnya karena hukum wajib harus dari syari’at sementara tidak ada riwayat (nash) dalam hal ini dan tidak pula nash yang bermakna sebagaimana yang dinaskan atasnya. Maka hukumnya kembali pada asal, yaitu kerena memandikan mayat mirip memandikan orang hidup inilah sebenarnya sebab diperintahkan wudhu bagi orang yang memandian mayit. Adapun riwayat dari imam Ahmad yang berpendapat istihbab (disukai) berwudhu tidak sampai kepada wajib,
sesungguhnya perkataannya itu menunjukan tidak wajibnya wudhu. Beliau tidak mengamalkan hadits yang diriwayatkan dari Nabi, “Barang siapa memandikan mayat maka hendaknya ia mandi.” (Tarikh al-Kabir I/1398), dengan alasan hadits di atas hanya sampai Abu Hurairah (mauquf) sehingga ucapan Abu Hurairah tidak menjadikan hukum tersebut menjadi wajib meskipun peng-istihbaban beliau dengan alasan adanya kemungkinan bahwa itu adalah sabda Rasulullah, padahal yang lebih utama dan tepat semestinya tidak mewajibkannya karena itu merupakan ucapan Abu Hurairah dengan tidak membuka peluang kemungkinan bahwa itu adalah sabda Rasulullah.

***
Sumber: Majalah Fatawa
Dipublikasikan kembali http://muslim.or.id/

Rabu, 11 Desember 2013

The untold story of Bejo


Bejo, TKI yang mencoba mengais rezeki di Timur Tengah sedang berjalan-jalan di kota jubail guna mencari apartemen untuk tempat berteduh selama di perantauan. Uang sakunya hanya ada beberapa ratus riyal saja. Biasalah karena baru dating dari Indonesia maka dia dan beberapa orang temannya memutuskan untuk mencari Apartemen yang murah. Ketika tiba di sebuah apartemen yang lumayan bagus, ia beranikan diri untuk bertanya kepada pemilik apartemen tersebut berapa harga menginap satu malam. (biar mudah dimengerti maka pembicaraan keduanya disadur kedalam bahasa Indonesia oleh penulis…huehehehee). 

Begini percakapan keduanya:

Bejo: Ada kamar kosong ga?

Mudir : Ada… buat berapa orang? Mau bayar harian? Bulanan? Atau tahunan?

Bejo : Buat empat orang dan kalo bulanan berapa biayanya?

Si Mudirpun mulai menjelaskan:

"Pak, untuk kamar 2 kamar 4 tempat tidur di lantai 1 sampai lantai 2, harganya SAR. 4500/bulan.

kalo 2 kamar 4 tempat tidur di lantai 3 sampai lantai 5, harganya SAR. 4000/bulan.

Kalo 2 kamar 4 tempat tidur di lantai 6 sampai lantai 7, harganya SAR. 3500/bulan.

Sekarang Bapak pilihlah di lantai berapa yang diinginkan...?"

Ga perlu nunggu waktu lama, bejo cs langsung kabur ninggalin apartemen tersebut  dan Cuma bisa mengelengkan kepala dan meninggalkan apartement tersebut tanpa berkata sepatah katapun. 

Lalu Si mudir itu mencoba bertanya sambil berteriak ke arah bejo cs.  yang semakin menjauh itu,

"Pak, kenapa tidak jadi menginap?"

Sambil mengangkat bahu, bejo hanya bisa teriak menjawab, "Maaf pak… ana nyari apartemen yang lebih tinggi….apartemen Anda masih kurang tinggi."


Mudir : !@#(*&^%$#$%^