Senin, 28 Maret 2011

nyanyian cinta (part 2)

Hari berikutnya Mahmud menceritakan apa yang dialaminya dengan Tuan Ragab perihal tas hitam kumal itu pada sahabat karibnya Ramhi. Dan Ramhi menanggapinya dengan emosi,
“Emang sewa kamarmu sudah kau lunasi!?”
“Belum.” Jawab Mahmud.
“Kau sungguh bodoh! Sok suci! Sok ikhlas! Miskin tapi sok kaya! Apa sih beratnya menerima tanda terima kasih. Mungkin itu bisa jadi modal kamu usaha. Kamu itu sungguh manusia aneh. Bayar sewa kamar saja nunggak berbulan-bulan tapi sok malaikat. Sok tidak butuh uang. Dasar kolot, tolol, bahlul, primitif! Sini berikan padaku kartu namanya biar aku cari Tuan Ragab itu dan aku ambilkan bagianmu.”
Mahmud menggelengkan kepala.
“Kenapa tidak?!” Sengit Ramhi.
“Lelaki sejati tidak akan menjilat ludahnya!”
“Bah! Dasar prtimitif kolot! Jika kau masih mem-pertahankan kekolotan prinsip-prinsipmu di era global seperti ini, kau tidak akan survive! Kau akan binasa terlindas realitas!”
“Allah bersama orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
Dengan muka kesal Ramhi meninggalkan Mahmud sambil bergumam,
“Semoga kau dapat petunjuk wahai manusia lugu yang kolot!”
* * *
Bumi terus berputar. Matahari terus terbit di timur dan tenggelam di barat. Tak pernah berhenti. Hari berganti hari. Setelah empat tahun kuliah Mahmud berhasil menyelesaikan kuliahnya di Fakultas dengan nilai mumtaz. Ia terpilih sebagai terbaik pertama di angkatannya. Selesai kuliah ia tidak pulang kampung, tapi mencoba bertahan di Cairo. Ia sangat ingin lanjut pascasarjana. Namun ia merasa perlu kemapanan ekonomi.
Suatu hari di awal musim dingin ia pergi ke kampus.ia kangen dengan kampus. Ia ingin menemui beberapa teman satu angkatannya yang belum lulus sambil refresing menyegarkan pikiran. Di pintu gerbang ia berpapasan dengan Prof. Dr. Abdul Aziz Abduh. Mahmud menyalaminya dengan penuh takzim.
“Mahmud, sudah dua minggu ini aku mencarimu. Nanti jam satu siang datanglah ke ruang kerjaku.”
Kata-kata Prof. Dr. Abdul Aziz Abduh itu sangat menyejukkan hatinya. Jika ia dicari-cari seorang guru besar yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya seperti beliau maka itu suatu keberkahan. Suatu tanda akan datangnya kebaikan-kebaikan.
“Insya Allah, Doktor.” Jawabnya singkat.
Tepat jam satu kurang tiga menit ia masuk ruang kerja Prof. Dr. Abdul Aziz Abduh dengan terlebih dahulu mengucapkan salam.
“Wa’alaikumussalam. Duduklah Mahmud! Kau tepat waktu Mahmud. Aku senang.”
“Ada yang bisa saya bantu Doktor?”
“Begini Mahmud, aku mau bertanya padamu, mau tidak kamu mengamalkan ilmumu?”
“Tentu Doktor. Bukankah ilmu harus diamalkan?”
“Mau tidak kamu berjuang dan berdakwah?”
“Tentu doctor. Itu adalah kewajiban seorang muslim.”
“Rasanya aku tidak salah memanggil kamu. Begini, ada sebuah daerah di pelosok selatan Mesir yang sangat membutuhkan seorang dai. Maukah kamu diutus ke sana. Sebagai utusan resmi Al Azhar. Semua biaya Al Azhar yang menanggung. Kau juga akan dapat gaji. Kau tidak selamanya di sana. Hanya dua tahun. Setelah itu kau akan aku usahakan dapat beasiswa untuk lanjut S2. bagaimana?”
Mendengar penjelasan Prof. Dr. Abdul aziz Abduh, hati Mahmud gerimis.
“Saya wakafkan diri saya untuk dakwah, Doktor. Untuk dakwah saya siap ditempatkan dan diutus di mana saja.”
“Aku bangga mendengarnya, Anakku. Bersiap-siaplah. Surat-suratnya akan aku urus. Minggu depan kamu berangkat, insya Allah. Dan ingat kamu berangkat ke medan dakwah yang tidak ringan.”
“Mohon doanya, Doktor.”
“Hayyakallah ya Bunayya.”9
“Amin.”
* * *
Minggu berikutnya, setelah menempuh perjalanan panjang dari Cairo ke Asyyut dengan kereta dan disambung dengan angkot sampailah Mahmud ke sebuah desa. Turun dari angkot ia masih harus berjalan kaki setengah kilo untuk mencapai perkampungan di mana dia ditugaskan. Begitu sampai ia langsung rumah imam masjid.Seorang petani memberi petunjuk,
“Datangilah rumah yang bercat hijau. Di halamannya ada seekor keledai sedang ditambat. Dari sini kira-kira seratus meter. Setelah kebun korma.”
Ia bergegas ke sana. Dengan mudah ia temukan rumah itu. Ia ketuk pintu. Seorang lelaki tua, berumur tujuh puluhan keluar. Ia berbincang dengannya penuh takzim, menjelaskan kedatangannya dan menyerahkan surat tugas. Lelaki tua itu mempersilakan masuk rumahnya, menyambutnya dengan penuh suka cita, “Alhamdulillah surat permohonan saya ke bagian dakwah Al Azhar dikabulkan. Saya sangat bahagia. Saya berharap kau betah di desa ini dan bisa jadi penerang di desa kami.”
“Kalau boleh tahu siapa nama Imam?”
“Ah, sebenarnya saya merasa tidak pantas menjadi imam. Bacaan Al-Quran saya masih belum benar. Karena tidak ada yang lain jadi terpaksa saya menjadi imam. Nama saya Raghib.
Nanti bakda shalat Maghrib kau akan kukenalkan pada jamaah masjid. Setelah itu kau akan kuajak berkunjung ke rumah para pemuka masyarakat desa ini. Mereka semua pasti akan senang dengan keberadaanmu di sini.”
“Semoga Allah memudahkan semuanya.”
Sejak hari itu mulailah perjuangan dakwah Mahmud benar-benar merasakan beban yang tidak ringan. Masyarakat di desa itu masih ada yang buta huruf. Masih ada yang belum bisa baca Al-Quran. Masih banyak yang belum mengerti ajaran Islam dengan benar.selama ada di desa itu, ia diangkat menjadi imam menggantikan Pak Raghib yang menjadi imam sementara. Ia menjadi rujukan, tempat bertanya masalah agama. Bahkan masalah sosial. Masyarakat begitu percaya padanya sebagai lulusan Al Azhar di Cairo. Anak-anak juga sangat lekat padanya. Mereka antusias belajar Al-Quran padanya. Seringkali Mahmud membuat acara yang sangat mengasyikan bagi mereka. Kematangannya ketika aktif di kepanduan sebelum masuk kuliah sangat berharga.
Genap satu tahun, Mahmud seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat desa itu. Pengajian umum yang ia buka di masjid setiap hari Jumat pagi dihadiri oleh ribuan orang. Tidak hanya masyarakat dessa
itu namun juga desa-desa sekitarnya. Namun lazimnya sebuah dakwah, tidaklah mulus begitu saja. Sudah beberapa kali nyawanya terancam oleh mereka yang merasa keberadaan Mahmud sangat membahayakan mereka. Mereka sebuah mafia kecil yang secara diam-diam menanam ganja di tengah-tengah kebun mereka. Mereka adalah bagian dari jaringan pengaedar narkotika di kawasan Mesir Selatan. Ulah mereka belum terendus pihak kepolisian. Kehadiran Mahmud yang berpendidikan dianggap sangat membahayakan. Beberapa kali Mahmud hendak dilenyahkan namun gagal. Mafia kecil itu terus mencari cara membinasakan imam muda ini. Akhirnya mereka sepakat untuk menghabisi Mahmud dengan rekayasa dan fitnah.
“Begini, agaknya imam muda ini banyak disukai anak-anak gadis. Kita manfaatkan hal ini untuk membinasakannya. Kita pernah dengar dulu di Bani Israel ada seorang ahli ibadah yang namanya Barshisha. Dan ia hancur karena perempuan. Bagaimana kalau kita gunakan cara setan itu untuk membinasa- kan imam muda ini.” Seorang anggota mafia berambut keriting mengajukan usul.
“Boleh. Riilnya bagaimana?” Ketua mafia menyahut.
“Begini Bos,” Kata lelaki berambut keriting, “Saya telah amati kegiatan imam muda itu dua minggu penuh. Juga saya bertanya banyak hal tentangnya ke para penduduk. Imam muda itu punya pengajian rutin Tafsir Jalalin di masjid tiap hari malam Ahad. Tempatnya di masjid selatan desa. Dia pulang dan pergi tidak pernah sendirian. Jadi kalau kita gunakan kekerasan justru berbahaya.”
“Terus gimana membinasakan dia?” Sahut sang ketua tidak sabar.
“Begini Bos, kita fitnah dia. Penduduk desa ini paling anti dan paling murka terhadap orang
yang mengotori anak gadisnya. Saya dapat informasi ada seorang anak gadis yang sangat suka
apa saja asal dapat imam muda ini. Setahu saya, imam muda ini
sampai di rumahnya dari pengajian Tafsir Jalalain jam setengah dua belas malam. Kita akan
manfaatkan Sadia. Kita seolah membantu Sadia, namun Sadia harus ikut skenario kita. Dan harus menjaga rahasia. Begitu Bos.”
“Lha terus riil memanfaatkan Sadia itu gimana, Keriting?”
“Begini Bos, saat si imam muda itu pergi mengaji Tafsir Jalalain, diam-diam dengan cara yang tidak diketahui orang kita datangi rumah imam itu lewat belakang. Kita ajak Sadia ikut serta. Kita congkel pintu belakang, kita minta Sadia masuk dalam rumah imam itu. Sadia harus bersembunyi. Ketika imam itu nanti pulang dan tidur pulas. Sadia harus tidur di samping imam itu. Satu ranjang kalau perlu dengan pakaian yang tampak acak-acakan. Saat itulah kita grebek, kita kerahkan orang kampung. Pada saat kita grebek Sadia harus memeluk imam muda itu kuatkuat, menangis dan menjerit-jerit. Dengan demikian hancurlah imam muda itu. Ia akan dilempari batu seperti anjing kurap oleh seluruh penduduk kampung. Akan diusir.”
Sang ketua manggut-manggut mengerti.
“Apa Sadia mau. Pasti mau bos. Dia sudah masuk perngkap kita. Sekarang dia sudah ikut pakai ganja sebab kakaknya juga bagian dari kelompok kita.”
“Bagus. Segera jalankan rencanamu dengan matang. Ajak dan provokasi para pemuda yang tidak suka dengan imam sok suci itu!”
* * *
Sore itu Mahmud asyik membuat acara permainan dengan anak-anak di sebuah kebun korma. Tiba-tiba seorang anak berteriak,
“Imam… imam itu ada ular!”
Mahmud langsung melihat ke arah yang ditunjuk si anak. Ya ada seekor ular cobra yang sangat berbahaya. Ia minta anak-anak menyingkir. Di kepanduan ia pernah belajar mengatasi ular. Sepuluh menit kemudian Mahmud telah berhasil meringkus ular itu dengan kain yang ia gunakan untuk tikar.
“Jangan takut ini ularnya sudah tertangkap.”
Anak-anak gembira.
“Imam memang hebat. Di sini belum pernah ada seorang pun yang berani menangkap ular cobra. Kepala desa yang dulu meninggal katanya karena dipatuk ular cobra.” Kata anak yang tadi berteriak.
Sore itu kabar imam muda menangkap ular cobra langsung tersiar ke seluruh penjuru desa. Seorang petani separo baya mendatangi Mahmud dan menasihati,
“Imam, jangan main-main dengan cobra. Lebih baik langsung di bunuh saja!”
“Saya tidak main-main kok, Paman. Ular ini sengaja tidak saya bunuh sebab besok pagi saya
ingin membawanya ke dokter untuk diambil serumnya. Serum itu bisa jadi obat jika kelak ada penduduk desa ini digigit ular berbisa ini. Jangan kuetir, Paman.”
Setelah faham petani itu tersenyum dan minta diri. Mahmud memasukkan ular itu ke dalam kantong goni lalu mengikatnya dan meletakannya di ruang belakang rumahnya. Setelah Maghrib, Mahmud membaca tafsir yang akan dia sampaikan untuk pengajian rutin. Bakda Isya ia berangkat ke masjid selatan desa untuk menyampaikan pengajian.sementara kelompok mafia mulai menjalankan rencananya. Sebagian mereka sudah mampu menyebar fitnah dan meyakinkan
sebagian penduduk desa bahwa si imam muda itu tak lain adalah seekor srigala busuk. Imam muda itu telah mengotori desa dan menodai kesucian gadis desa, di antara korban yang sedang dalam cengkeramannya adalah Sadia. Sebagian yang lain ada yang menyebar desas-desus ke kalangan ibu-ibu. Mereka minta ibu ibu
melihat apa yang akan terjadi malam nanti. Malam nanti akan ketahuan siapa sebenarnya imam muda yang selama ini dipuji-puji itu.
Di sebuah rumah, Sadia telah siap dengan segala fitnahnya.
“Suratku tak pernah ditanggapinya. Malam ini imam sok suci itu akan tahu siapa Sadia. Dia akan tunduk di telapak kakiku.” Gumamnya.
Tepat pukul sepuluh Sadia dan lelaki berambut keriting berhasil masuk rumah Mahmud lewat pintu belakang. Sadia berpakaian setengah telanjang. Ia benar-benar sudah kehilangan rasa malunya. Di luar rumah ketua mafia bersiaga penuh dengan beberapa anak buahnya. Beberapa anak buah yang lain bertugas membawa para pemuda pada saat yang tepat. Tepat pukul sebelas Mahmud pulang diantar oleh seorang pemuda. Setelah pemuda itu pamit, Mahmud masuk rumah. Ia tidak masuk ke kamarnya tapi duduk di ruang tamu. Ia belum mengantuk. Ia ingin membaca Fiqhus Sunnah yang ditulis oleh Sayyid Sabiq.
Satu jam kemudian, terdengar teriakan yang sangat gaduh di luar rumahnya. Teriakan itu mencaci-maki dirinya. Pintu rumahnya digedor dengan sangat keras.
“Ayo seret imam pezina itu!”
“Telanjangi Mahmud serigala itu! Arak dia biar jadi pelajaran!”
Belum sempat ia beranjak dari tempat duduknya, pintu itu telah terbuka. Didobrak. Mahmud
berdiri kaget. Kitab Fiqhus Sunnah masih ditangannya. Orang-orang masuk dengan marah. Yang
paling depan adalah ketua mafia. Mata Mahmud beradu dengan matanya. Ketua mafia agak gentar, tidak seperti yang direncanakn. Tidak ada suara merengek atau tangis Sadia. Ke mana Sadia? Namun ia tidak kehabisan akal. Ia langsung menggertak.
“Di mana Sadia kausembunyikan, Bangsat!”
Mahmud tidak gentar, “Siapa Sadia?”
“Jangan sok tidak tahu. Sadia yang kauzinai setiap malam!”
Mahmud kaget, “Apa zina? Aku mezinai Sadia? Astagh-firullah. Na’udzubillah. Jangan sembarangan kau bicara! Menuduh zina adalah kriminal!”
Jangan banyak bacot. Langsung seret saja pemuda ini. Sadia adalah korbannya ia telah menodai gadis lugu itu. Ayo seret dia!”
Para pemuda yang emosi langsung bergerak memegang tangan Mahmud. Mahmud melawan dengan menampar mereka. Terjadi pergulatan. Tiba-tiba terdengar teriakan keras, “Berhenti! Ada apa ini?”
Ternyata suara kepala desa. Di belakangnya ada beberapa orang polisi. Rupanya kepala desa
mencium gerakan para pemuda. Ia ingin menegakan hukum, siapa pun yang salah harus diadili sesuai hukum, makanya ia mengundang polisi. Sebelum Mahmud angkat bicara, ketua mafia angkat bicara dan meluncurkan tuduhan dan fitnahnya. Panjang lebar, dan dengan suara sangat meyakinkan,
“Beberapa kali aku melihat dia dan Sadia berbuat mesum!”
Mahmud emosi, “Dia bohong! Dia memfitnah! Ini fitnah!”
“Aku bahkan pernah melihat tengah malam Sadia menutup jendela kamar rumah ini, dalam keadaan telanjang dada dan di belakangnya si jahannam ini mendekapnya mesra!” cerocos ketua mafia.
“Sudah diam kamu Bandot! Tuduhan kamu harus kamu buktikan!” Bentak kepala desa.
“Akan aku buktikan! Aku yakin Sadia sedang terlelap di salah satu ruangan di rumah ini setelah dibius srigala ini! Ayo kita geledah!” Sahut ketua mafia mantap.
Ia bergerak. Beberapa orang bergerak. Pak kepala desa, dua polisi dan Mahmud mengikuti. Mahmud hanya pasrah kepada Allah. Kamar pertama digeledah, tak ada apa-apa. Kamar kedua juga. Kamar ketiga, yang tak lain kamar tidur Mahmud digeledah. Dengan sangat teliti. Almari dibuka. Kolong ranjang diteliti tak ada apa-apa. Wajah ketua mafia merah. Ia marah. Dalam hati ia mendesis, “Di mana kau Sadia? Kurang ajar kamu! Kamu telah mempermainkanku. Awas aku cincang kamu!”
Ketua mafia itu lalu mengajak menggeledah ke ruang belakang yang tak lain adalah dapur dan kamar mandi. Ruang belakng itu gelap. Beberapa orang menyorotkan senternya. Sinar senter itu menerangi ruangan. Di atas lantai orang-orang terkesima dengan pemandangan yang mereka lihat. Dua orang anak manusia lain jenis diam tak bergerak dalam posisi yang sangat memalukan. Tubuh keduanya telanjang.
“Itu Sadia!” teriak seorang pemuda.
“Lha itu yang menidihnya siapa?” Tanya seseorang. Kepala mafia pucat.
“Itu si kerempeng. Anak bejat dari kampung utara!”
Polisi melihat keduanya.
“Inna lillahi wa inna ilahi raaji’un. Keduanya sudah tidak
bernyawa. Ada gigitan ular di kaki kedua manusia jalang ini. Kata polisi itu. Kepala desa langsung berkata pada ketua mafia, dan ia tidak tahu kalau yang ia ajak bicara adalah seorang ketua pengedar narkotika,
“Hai Bandot, berarti kau salah lihat. Yang berbuat mesum bersama sadia itu bukan Mahmud. Tapi si pemuda keriting ini. Saya tahu persis siapa Mahmud. Sejak dia datang sampai sekarang saya tahu persis akhlaknya. Memang rumah ini sering ditinggalkannya kalau malam untuk mengisi pengajian. Jadi sering kosong. Kelihatannya itu dimanfaatkan dua manusia itu. Karena mereka merasa aman melakukannya di sini. Tapi Allah tidak ingin membiarkan hal ini berlanjut terus.”
“Ya aku bersaksi Mahmud bersih dari tuduhan keji itu. Kenyataan di depan mata kita telah membuktikannya. Memang sejak satu minggu ini ada yang menyebar desas-desus tidak sedap tentang imam muda kita. Dan malam ini semuanya jelas.” Sahut seorang ibu-ibu yang ikut menyaksikan kejadian itu.
Dalam hati Mahmud bersyukur telah selamat dari fitnah. Ia merasa ada makar yang ingin mencelakainya di balik kejadian menggegerkan desa malam ini, dan Allahlah yang menggagalkan.
Penduduk desa, juga Mahmud tak ada yang tahu, apa yang dilakukan Sadia dan Pemuda Keriting setelah masuk rumah Mahmud. Setan telah membakar nafsu mereka berdua di tempat gelap itu karena pengaruh ganja yang mereka hisap. Tangan pemuda itu tidak sadar membuka ikatan karung goni yang berisi ular saat sedang berasyik masyuk. Saat jantung berdegup kencang. Tanpa mereka sadari ular itu memaruk kaki mereka. Jantung terus berdegup. Racun mematikan pun menyebar dengan cepat. Dan tamatlah riwayat mereka berdua. Makar yang mereka buat membinasakan mereka sendiri.
* * *
Peristiwa malam itu berbuntut panjang. Kakak Sadia yang juga anggota mafia kecil itu tidak bisa teerima atas kematian adiknya. Ia tahu persis adiknya adalah korban dari makar busuk ketua mafia. Diam-diam ia mendatangi kantor polisi dan membocorkan rahasia yang selama ini ia pendam. Ia juga mendatangi kepala desa, dan membocorkan semua yang ia tahu, termasuk makar fitnah untuk membinasakan sang imam muda, Mahmud, pada malam itu. Polisi bergerak cepat. Seluruh anggota mafia di desa itu dan desa-desa sekitarnya di tangkap. Bahkan jaringan yang lebih besar di Mesir selatan segera digulung. Kepala desa mengumpulkan
warganya dan menjelaskan lebih detil tentang makar fitnah itu. Penduduk desa semakin mencintai Mahmud.
Tak terasa sudah sembilan belas bulan Mahmud berdakwah di desa itu. Sudah cukup banyak perubahan. Anak-anak sudah fasih baca Al Quran. Para orang tua sudah memahami isi aqidah Thahawiyyah, Fiqh Sunnah, dan inti risalah Islam. Sebuah balai serba guna didirikan di samping masjid.
Tiga bulan lagi tugasnya usai. Ia ingin kembali ke Cairo dan melanjutkan S2. Ia hendak menyampaikan hal itu pada kepala desa, agar tidak mengejutkan kepergiannya. Usai shalat Maghrib ia membicarakn hal itu pada kepala desa dan beberapa pengurus masjid, termasuk Pak Raghib yang sangat dihormati. Apa yang ia sampaikan ditanggapi dengan keharuan dan tetesan airmata. Kepala desa berkata dengan mata berkaca,
“Kami sangat mencintaimu Nak Mahmud. Kami sebenarnya ingin Nak Mahmud tinggal di sini. Atau lebih lama di sini. Namun semua kembali pada Nak Mahmud. Kami tidak bisa dan tidak berhak memaksa. Namun ada satu permintaan kami yang kami sangat berharap Nak Mahmud tidak menolaknya.”
“Apa itu?” Tanya Mahmud.
“Bicaralah Paman Raghib.”
“Begini Nak Mahmud. Saya punya cucu. Satu-satunya. Tidak cucu langsung, tapi cucu kakak saya yang telah meninggal karena kecelakaan, setengah tahun sebelum kau datang kemari. Akulah satu-satunya keluarganya. Aku sudah tua. Sejak kecil ia hidup di desa ini. Sejak kecil. Meski ayah-ibunya tinggal di kota Thanta, ia tinggal di sini. Bersama kami. Karena ia memang dilahirkan di sini. Setiap dibawa ke Thanta ia sakit. Tapi jika dibawa ke sini ia sembuh.
“Boleh dikata cucu saya itu, menurut pengakuan orang-orang di desa ini adalah gadis tercantik dan terpandai. Dialah satu-satunya gadis yang menghafal Al-Quran. Menghafal Al- Quran dengan kemauannya sendiri. Cucu saya ini juga bisa dikatakan orang paling kaya di desa ini. Selain mewarisi kekayaan ayahnya di Thanta, ia juga mewarisi kekayaan kakeknya, yaitu kakak saya. Tanggung jawab saya adalah menikahkannya dengan pemuda yang saleh, bertakwa, berilmu dan bertanggung jawab. Saya merasa kau sangat tepat. Saya berani menjamin ia gadis yang salehah. Sekarang sedang kuliah di Al azhar Banat, Cairo, tahun kedua. Ini permohonan saya. Dan saya berharap tidak kamu tolak. Saya akan sangat merasa aman jika dia dalam
naungan lelaki saleh sepertimu.”
Perkataan Pak Raghib membuatnya kaget dan terkesima. Lidahnya susah digerakkan. Ia diam. Semua yang ada dalam pembicaraan itu diam. Suasana hening sesaat. Akhirnya ia berhasil menggerakan lidah dan bibirnya, “Sa… saya akan istikharah dulu.”
* * *
Tiga kali ia istikharah. Setiap kali istikharah ia tidur. Dan dalam tidur selalu bermimpi membaca Al Quran surat Ar Ruum ayat 21. Ia sangat yakin, itu ilham agar ia segera menikah.
Akhirnya ia menyampaikan jawaban ‘menerima tawaran itu’ pada Pak Raghib. Jawaban Mahmud menerbitkan airmata haru lelaki itu. Minggu berikutnya diadakan acara ta’aruf antara Mahmud dan cucu Pak Raghib itu. Acara dihadiri kepala desa. Mahmud hanya bisa menunduk dengan hati dan jantung berdebar-debar. Darah mudanya meluap. Ia penasaran. Seperti apa rupa gadis yang katanya paling pilihan di desa
ini. Istri Pak Raghib mengeluarkan minuman dan makanan. Gadis itu tidak ikut keluar. Setelah berbincang-bincang cukup lama. Pak Raghib berkata,
“Ya Hafshah keluarlah!”
Tak lama kemudian seorang gadis berjilbab panjang putih bersih keluar. Iaduduk di samping istri Pak Raghib.
“Nak Mahmud, ini Hafshah cucuku.” Kata Pak Raghib.
Mahmud mengangkat muka ke arah wajah gadis itu. Si gadis juga melakukan hal yang sama. Dan….
Subhanallah! Ia teringat peristiwa dua tahun yang lalu. Peristiwa di musim semi, saat ia berjualan buku. Gadis ini bukankah? Ya, persis! Mata yang bundar dan bening. muka yang bersih dengan tahi lalat di dagu kirinya. Si gadis agaknya juga kaget. Cukup lama mereka berpandangan.
“Agak aneh. Apa kalian pernah saling kenal?” Pak Raghib menangkap gelagat. Gadis itu diam. Mahmud mencoba mengingat kejadian itu. Ia bergumam,
“Masjid El Fath, Ramsis. Kaset Syaikh Sya’rawi berjudul: Al Mar’ah Ash-shalihah.”
Gadis itu tiba-tiba menyambung lirih,
“Ya kapten, lau samah, bikam syarith dza?
E….sab’ah junaihat!
Lu ya anisah, hadza jaded.
Arba’ah mumkin?
Musyi mumkin, afwan.
Khamsah la azid.
Masyi.”
Mahmud terhenyak, gadis itu masih ingat dialog tawar menawar kaset itu dua tahun yang lalu. Sebelum Mahmud bicara gadis itu menjelaskan dengan detail pertemuan dua tahun yang lalu. Pertemuan yang setelah itu tidak bertemu lagi kecuali saat ta’aruf itu. Paman Raghib dan semua yang hadir mafhum. Ia lalu membahas lebih dalam. Hafshah dan Mahmud sama-sama rida. Hari pernikahan pun ditentukan.
* * *
Musim semi yang penuh barakah. Pagi yang indah. Langit yang cerah. Orang-orang menatap hari dengan penuh gairah. Begitu juga Hafshah dan Mahmud. Pagi hari Jumat itu berlangsung akad nikah di desa bersuka cita. Anak-anak mendendangkan lagu kebahagiaan dan cinta. Rumah tua yang ditempati Mahmud ternyata adalah rumah tempat Hafshah dulu dilahirkan. Rumah itu telah direnovasi. Dicat kembali. Kamar pengantin dihias indah dan wangi. Malam usai shalat Isya Mahmud masuk kamar. Sang isteri telah menanti. Kali ini tidak
berjilbab. Mahmud terhenyak ketika melihat kalung permata yang dipakai Hafshah. Kalung emas permata dengan bandul permata mulia berwarna merah tua yang sangat indah. Ia memandangi kalung itu lama sekali.
Hafshah heran dan bertnya,
“Ada apa denganmu, Suamiku? Kenapa wajahmu pucat dan matamu berkaca-kacaa saat kau melihat kalung permata ini?”
Mahmud berkaca-kaca, dan berkata,
“Jika mataku tidak silap. Aku pernah melihat kalung mutiara ini dua tahun yang lalu. Pemiliknya mengatakan kalung ini dibeli dari Madrid untuk hadiah putri semata wayangnya yang baru hafal Al-Quran.”
Mendengar hal itu Hafshah terisak. Ia teringat cerita ayahnya almarhum. Terbata- bata ia berkata,” Jadi kaukah yang menemukan tas hitam lusuh di kamar kecil masjid Al Fath itu?
Kaukah yang menolak pemberian tanda terima kasih dari pemiliknya itu?”
Mahmud kaget, “Kau tahu peristiwa itu? Dari mana kau tahu peristiwa itu?”
“Kau ingat nama Ragab Ali Ridhwan Hamid Ghazali.”
“Ya. Itu pemilik tas itu?”
“Beliau adalah ayahku.”
“Ayahmu?”
“Ya.”
“Subhanallah. Ketika namamu disebut dalam akad nikah Hafshah binti Ragab Ali Ridhwan Hamid Ghazali. Aku tidak pernah berpikiran nama pemilik tas hitam lusuh itu. Sebab betapa banyak nama Ragab di Mesir ini.”
“Hari itu aku datang ke masjid El Fath bersama ayah. Aku asyik melihat buku-buku. Ayah yang bertanya ke pengurus masjid. Ketika ayah bilang tasnya telah ditemukan masih utuh aku sangat bahagia. Sementara ayah menunggu di masjid bakda shalat Isya, aku memilih langsung istirahat ke hotel. Setengah sepuluh ayah masuk hotel sambil menangis. Aku bertanya pada ayah ada apa. Ayah menjawab, ‘Yang menemukan tas ayah yang sangat berharga ini adalah seorang pemuda yang sangat menjaga keikhlasan dan sangat menjaga amanah. Aku akan merasa bahgia jika Allah berkenan menjodohkan dirimu dengannya.’ Suamiku, apakah kautahu apa yang kulakukan saat mendengar perkataan ayah itu?”
“Aku tak tahu? Apa yang kaulakukan?”
“Dalam hati aku berdoa kepada Allah, jika pemuda itu memang benar-benar saleh dan menjaga amanah semoga kelak ia benar-benar menjadi jodohku. Dan Allahu akbar! Allah mengabulkan doaku.”
“Allahu akbar. Saat itu aku menolak amplop pemberian ayahmu. Dan ternyata Allah menyiapkan yang lebih berharga dari itu.”
“Ya. Aku dan segala yang kumiliki sekarang ada dalam kuasamu.”
“Aku merasa musim semi ini benar-benar penuh barakah.”
Hafshah mendekat dan meletakkan kepalanya dalam dada Mahmud. Sesaat, suasana haru dan indah memenuhi kamar pengantin. Kedua makhluk Allah itu larut dalam rasa syukur yang dalam dan panjang
 * * *
1 Kapten, maaf, berapa harga kaset ini?
2 Tujuh pound.
3 Mahal sekali.
4 Tidak nona, ini baru.
5 Empat, mungkin.
6 Tidak mungkin, afwan.
7 Lima (pound), tak akan aku tambah.
8 Okay.
9 Semoga Allah selalu menjagamu, memberimu keberhasilan hidup wahai anakku.

Minggu, 27 Maret 2011

Nyanyian Cinta (Part 1)

Habiburrahman El Shirazy

Cairo memasuki musim semi. Pagi yang indah. Langit yang cerah. Orang-orang menatap hari dengan penuh gairah. Bgitu juga Mahmid. Ia melangkah memasuki gerbang Universitas AlAzhar dengan semangat membuncah. Fakultas Dakwah di Nasr City demikian ia cintai. Ia bayangkan hari yang indah penuh barakah. Mata kuliah Sirah Nabawiyyah, Fiqih Dakwah, Fiqh Al Muqaranah, Qiraah Sab’ah, Syaikh Fahmi Abdullah, Syaikh Yahya Ash Shabrawi, Prof. Dr.Abdul Aziz Abdih, teman-teman yang sesemangat, seirama dan se-ghirah. Mencintai rasulullah seutuhnya, tekad membaktikan diri sepenuhnya pada agama Allah. Semuanya menjadi cahaya dalam dada. Menjadi mentari bagi semangatnya.
“Sebelum diangkat menjadi seorang nabi, Muhammad saw. Telah dikenal sebagai orang yang paling menjaga amanah di seantero kota Makkah. Shingga beliau diberi gelar Al Amin. Orang yang sangat bisa dipercaya. Orang yang sangat menjaga amanah. Sifat inilah yang semestinya dimiliki setiap muslim.” “Menjaga amanah adalah ruh agama ini. Umur yang diberikan Allah kepada kita adalah amanah. Langkah kaki kita adalah amanah. Pandangan mata kita adalah amanah. Hidup kita adalah amanah. Menjaga amanah adalah inti ajaran agama mulia ini. Rasulullah bersabda, Laa diina liman laa amanita lahu. Tidak beragama orang yang tidak menjaga amanah!…Hari ini ia mendapatkan penjelasan yang dalam tentang amanah, satu dari empat sifat utama Rasulullh. Prof. Dr. Abdul Aziz Abduh, Guru Besar Ilmu Dakwah menguraikannya dengan bahasa yang menghidupkan jiwa. Kampus tertua di dunia ini tiada henti menempa generasi.
* * *
Pukul dua siang ia pulang. Naik bis menuju Ramsis, ia menyewa sepetak kamar di sebuah rumah tua di kawasan Ramsis. Kamar yang pernah disewa sepupunya yang kini telah menikah dan punya rumah di daerah Katamea. Tuan rumahnya sangat baik. Tak pernah menagih uang sewa kamar. Ia sendiri yang sering malu. Malu pada diri sendiri dan tentu malu pada tuan rumah.Pernah ia tidak bisa bayar sewa rumah enam bulan. Dan pemilik rumah tak jua menagih. Kali ini, sudah empat bulan ia belum bayar. Otaknya terus berputar dari mana ia akan dapat uang. Meminta orangtua yang sudah renta sangat tidak mungkin. Ia hanya selalu yakin bisa membayar. Allah Mahakaya. Sudah tiga puluh lamaran ia kirimkan ke tempat-tempat yang teriklankan di koran Ahram membuka lowongan. Namun tidak satu pun panggilan ia dapatkan, apalagi pekerjaan. Sementara ini, untuk memenuhi kebutuhan harian, ia berjualan buku-buku, majalah dan kaset-kaset islami di depan masjid Ramsis. Ia tidak bisa menggelar dagangannya setiap waktu.Sebab harus berbagi dengan jam kuliah. Boleh dikata ia punya kesempatan serius menjajakan dagangannya hanya pada hari Jumat. Ketika kuliah libur. Keuntungannya menjual buku tak seberapa.
Ketika bis sasmpai Ramsis ia turun. Seperti biasa ia langkahkan kakinya menuju masjid El Fath. Ia ingin melepas penat, sambil meunggu Ashar tiba. Ia masuk masjid. Terasa teduh. Masjid-masjid di Cairo selalu meneduhkan. Ia pilih sebuah tiang. Duduk, dan menyandarkan punggungnya, ke tiang. Tas hitamnya ia lepas. Ia letakkan di samping kanan. Kedua kakinya ia selonjorkan. Perlahan matanya memejam, namun pikirannya tetap melayang-layang. Dari mana ia akan dapatkan uang. Dari mana ia akan bayar sewa kontrakan. Ya Allah, mohon berikan aku jalan.
Azan Ashar berkumandang. Ia bangkit. Harus segera turun sebelum orang mulai banyak. Ia harus buang air kecil dan ambil wudlu. Ia turun menuju kamar kecil. Benar. Orang mulai banyak. Belasan kamar kecil tertutup. Untung masih ada satu yang terbuka. Kosong. Ia masuk. Ia tutup pintunya. Di pintu ia temukan tas hitam kumal tergantung.
“Ada yang lupa membawa barangnya.” Gumamnya.
Di mana-mana, di muka bumi ini, barang tertinggal di kamr kecil sudah jamak dan biasa. Di kamar kecil masjid Annur Abbasea ia pernah menemukan kaca mata tertinggal. Di kamar kecil masjid Sayyeda Zaenab ia pernah menemukan bungkusan plastik hitam. Ternyata isinya dua kilo ikan tuna. Dan pemiliknya ternyata seorang mahasiswa dari Indonesia yang baru saja belanja di pasar Sayyeda Zaenab. Entah kenapa ia sering menemukan barang-barang yang tertingglal di kamar kecil. Ia ambil tas itu, lalu keluar dan berteriak ke arah orang-orang yang sedang berwudlu,
“Ada yang merasa memiliki tas ini!” Tak ada yang menjawab.
Sekali lagi ia berteriak, “Perhatian! Maaf, ada yang merasa memiliki tas ini. Aku temukan tergantung di kamar kecil nomor tiga belas.”
“Pemiliknya mungkin sudah naik ke atas.” Sahut seseorang.
“Serahkan saja pada pengurus masjid. Siapa tahu nanti pemiliknya mencari!” Sahut yang lain.
“ Ya, serahkan saja pada pengurus masjid, biar nanti setelah shalat diumumkan.”
“Baik.”
Ia langsung bergegas ke tempat pengurus masjid. Menyerahkan tas itu dan ihwal penemuannya. Pengurus masjid yang berjenggot lebat itu tersenyum ramah dan berkata,
“Bukankah kau yang biasa berjulan buku di depan?”
“Benar paman.”
“Siapa namamu?”
“Mahmud. Lengkapnya Mahmud Ali El Kayyis.”
“Apa yang kau lakukan sangat tepuji. Sesuai dengan namamu. Tidak semua orang yang menemukan tas berusaha disampaikan yang berhak dan yang berwenag mengurusinya. Aku bangga padamu. Semoga Allah memberkahi perbuatanmu, Anakku. Kau telah menunaikan amanah, dan insya Allah akan kami tunaikan amanah ini!”
Ia kembali turun untuk memenuhi hajatnya yang tertunda.
* * *
Usai shalat, pengurus masjid El Fath mengumumkan perihal ditemukannya tas hitam. Jika ada yang merasa memilikinya harap menemui imam masjid. Ia lega mendengar pengumuman itu. Berharap apa yang dilakukannya berpahala. Apapun isi tas itu, pasti yang punya merasa akan bahagia mendapatkannya kembali. Seperti saat ia lupa buku diktatnya tertinggal di masjid kampus. Ia benar-benar lupa saat itu. Sebelum shalat ia
letakkan buku diktatnya di antara lemari tempat penyimpanan mushaf. Usai shalat ia langsung cabut pulang. Malamnya saat hendak membaca ulang tidak ia dapati bukunya. Barulah ia ingat, bukunya tertinggal di masjid. Ia sangat sedih. Buku itu sangat berharga baginya. Bagi sementara orang harganya mungkin murah. Tak seberapa. Tapi bagi dirinya yang serba kekurangan, buku itu sangat mahal. Sangat berharga. Pagi harinya ia bersegera ke kampus langsung ke masjid. Dan tidak ia temui bukunya di atas lemari. Ia sempat meneteskan airmata.
“Oh siapakah yang mengambil bukuku? Untuk apa?”
Ia coba beranikan bertanya pada seorang mahasiswa yang biasa menjaga masjid. Mahasiswa itu tersenyum dan berkata “Mari ikut saya!” Mahasiswa itu mengajaknya masuk ke ruang pengurus. Lalu mengambil sesuatu di rak.Sebuah buku.
“Inikah bukumu itu?”
“Benar.” Jawabnya dengan penuh suka cita.
“Ambilah, Saudaraku. Apapun yang berada di rumah Allah ini insya Allah aman.”
Ia sangat bahagia saat itu. Benar-benar bahagia. Ia seperti terlepas dari kesulitan besar. Saat ia memegang kembali bukunya ia merasa menjadi orang paling bahagia diatas muka bumi ini. Ia berharap pemilik tas itu juga akan merasakan hal yang sama.
* * *
Hari berikutnya ia kembali kuliah. Dengan semangat. Dan seperti biasa mampir di masjid Ramsis untuk shalat Ashar. Usai shalat, pengurus masjid mengumumkan bahwa kemarin ditemukan tas hitam itu tergantung di kamar kecil. Jika ada yang merasa memiliki boleh menghubungi imam. Ia mafhum bahwa pemilikinya belum mengembilnya. Namun ia sangat lega, dengan mendengar pengumum itu ia jadi sangat yakin bahwa orang-orang masjid sangat bisa dipercaya, sangat bisa diandalkan keamanahannya. Usai shalat, ia bergegas ke kontrakannya. Ia ingin menggelar dagangan bukunya. Bakda Maghrib ada pengajian Syaikh Sya’rawi. Biasanya jamaah membludak. Semoga di antara mereka ada yang berminat membeli buku dagangannya, terutama buku-buku yang ditulis Syaikh Sya’rawi yang dikenal sangat merakyat dan dalam ilmunya. Begitu sampai kontrakan. Ia langsung mandi. Cepat sekali. Ganti pakaian. Pakai minyak wangi pemberian Rahmi, teman karibnya satu kampus yang suka jual minyak. Dua kardus besar ia letakan di kedua bahunya. Sebuah tikar plastik ia selipkan antara kardus dan kepalanya. Terasa sangat berat. Tapi inilah hidup. Inilah jihad. Dan jika sudah terbiasa jadi terasa ringan-ringan saja. Ia turuni tangga. Sebab kamarnya ada di lantai tiga. Lalu berjalan melewati lorong-lorong sempit. Menyusuri trotoar. Melewati deretan gedung perkantoran. Sampai di depan Bank Ahli ia turunkan kardusnya. Ia kelelahan.Setelah cukup ia lanjutkan perjalanan. Menyeberang jalan. Sebuah sedan merah melaju kencang. Nyaris menyerempet kaki kanannya. Ia beristighfar sementara sopir sedan mengumpa tumpat tidak karuan. Empat menit kemudian ia sampai di tujuan. Trotoar depan masjid El Fath Ramsis. Ia turunkan pelan-pelan dua kardusnya. Ia gelar tikar. Lalu ia tata dan ia susun buku
dagangannya sedemikian rupa. Demikian juga kaset-kaset dan majalah. Buku-buku Syaikh Sya’rawi ia susun semenarik mungkin di bagian paling depan. Sehingga tampak menonjol dan memikat hati yang melihatnya.
Senja mulai pekat. Langit memerah di sebelah barat. Lampu-lampu kota mulai menyala. Orang-orang mulai deras berdatangan. Hatinya riang. Sudah delapan buku yang terjual. Semuanya buku fatwanya Syaikh Sya’rawi. Keuntungan masing-masing buku tiga pound. Sebelum Maghrib ia sudah dapat dua puluh empat pound. Ia tersenyum.
“Alhamdulillah ya Rabb.” Pujinya pada Tuhan yang memberi rejeki.
Ia lalu berharap jika Syaikh Sya’rawi tiap hari memberi ceramah di masjid Ramsis. Atau ada seratus ulama seperti Syaikh Sya’rawi, dan semuanya menulis buku. Lalu semuanya memberikan ceramah masjid Ramsis, tempatnya menggelar dagangan. Jika tiap hari ia bisa untung dua pukuh lima pound saja, maka dalam satu bulan ia akan punya masukan paling tidak tujuh ratus lima puluhan pound.
Dan itu sangat cukup untuk membayar sewa kamar, makan, ongkos bis, dan buku. Bahkan ia bisa menargetkan kapan menikah. Ah kenapa ia tiba-tiba berpikir menikah.
“Ya Kapten, lau samah, bikam syarith dzai?”1
Suara seorang perempuan membuyarkan lamunannya. Ia mengarahkan matanya ke asal suara. Hatinya bergetar sesaat. Dihadapannya seorang gadis berparas elok berjilbab putih berjongkok sambil memegang sebuah kaset. Ya, kaset ceramah Syaikh Sya’rawi berjudul: Al Mar’ah Ash-Shalihah. Satu detik matanya beradu dengan mata gadis itu. Ia menangkap kecantikannya.mata yang bundar dan bening. Muka yang bersih dengan tahi lalat di dagu kirinya. Ia segera menahan matanya, mengalihkannya ke kaset yg dipegang gadis itu.
“E… sab’ah junaihat.”2
“Ghali awi!”3
“La ya anisah, hadza jaded.”4
“Arba’ah mumkin?”5 Gadis itu menawar.
“Musy mumkin, afwan.”6
“Khamsah la azid.”7
“Masyi.”8
Gadis itu mengambil kaset dan memasukannya ke dalam tas, lantas mengeluarkan lima pound. Ia mengambil uang itu seraya mengucapkan, “Terima kasih, Nona.” Setelah gadis itu berlalu ia raba hatinya. Masih ada getaran. Ia jadi berpikir, kenapa ia baru mengangankan nikah, tiba-tiba langsung ada gadis di hadapannya. Gadis yang membuat hatinya bergetar. Apakah ini tanda-tanda.
“Ah, astaghfirullah, aku tak mau dijebak setan!” cepat-cepat ia menolak pikirannya.bukankah sudah tidak terhitung gadis berjilbab yang membeli dagangannya? Di antara mereka bahkan banyak yang lebih cantik dari gadis tadi. Kenapa tiba-tiba ia harus bergetar, harus merasa sesuatu yang lain?
Saat Maghrib tiba masjid telah penuh. Ia merasa tidak perlu masuk masjid. Cukup menggelar koran dan ikut shalat jamaah di samping dagangannya. Usai shalat Syaikh Sya’rawi memberikan ceramahnya. Berkali-kali tasbih dan kalimat tauhid terdengar gemuruh dari para pendengar. Di tengah-tengah asyiknya mendengarkan ceramah. Sambil sesekali melayani pembeli tba-tiba seorang lelaki berjenggot bermuka ramah mendatanginya. Lelaki itu tak lain adalah salah satu pengurus masjid El Fath.
“Apa kabarmu Nak? Laris?”
“Alhamdulillah, saya baik. Rejeki hari ini juga baik.”
“Syukur kalau begitu. E, begini Nak….”
“Ya, Paman. Ada apa?”
“Ada yang punya perlu denganmu. Jika kau tidak keberatan. Habis shalat Isya datanglah ke kantor pengurs masjid.”
“Perlu apa ya kira-kira, Paman?”
“Insya Allah baik untukmu. Bisa?”
“Insya Allah, Paman.”
* * *
Syaikh Sya’rawi memberikan siraman penyejuk jiwa sampai Isya. Beliau juga mengimami
shalat Isya. Acara ceramah beliau disiarkan langsung ke seluruh penjuru Timur Tengah oleh
sebuah stasiun televisi. Usai shalat, Mahmud sibuk dengan para pembeli bukunya. Semua buku tulisan Syaikh Sya’rawi ludes. Kaset ceramah beliau tersisa tiga. Buku-buku yang lain juga banyak dibeli. Ketika masjid mulai sepi, ia mengemasi dagangannya.“Ini sungguh hari yang penuh keberuntungan.” Katanya pada diri sendiri. Separo bukunya terjual. Ia menaksir keuntungannya hari itu kira-kira seratus empat puluh pound.
“Lumayan, bisa untuk menyelamatkan muka. Bisa untuk membayar sewa kamar dua bulan.” Gumamnya pada diri sendiri. Setelah mengikat kardusnya ia melangkah ke masjid. Ia bawa barang dagangannya ke masjid. Ia letakkan di balik pintu masuk, lalu menuju salah satu ruang yang digunakan sebagai kantor para pengurus. Di sana ada beberapa orang yang berkumpul. Ia mengetuk pintu memberi salam. Yang ada di situ serentak menjawab salam. Sekilas ia kitarkan pandangan. Tak ada Syaikh Sya’rawi. Mungkun telah diantar pulang.
“Nak Mahmud, silakan duduk.” Lelaki berjenggot bermuka ramah mempersilakan duduk.
“Terima kasih.” Jawabnya. Ia lalu duduk di kursi yang masih kosong.
“Diakah pemuda itu?” Seorang lelaki setengah baya berwajah bersih tiba-tiba berkata sambil memandang kearah Mahmud.
“Benar, dialah orangnya.” Jawab lelaki berjenggot bermuka ramah.
Mahmud yang merasa dirinya jadi obyek pembicaraan spontan bertanya,
“Kalian membicarakan aku?”
“Iya Nak Mahmud. Seperti yang saya sampaikan bakda shalat Maghrib tadi. Ada orang yang perlu denganmu. Ceritanya begini, bapak ini adalah Tuan Ragib Ali Ridhwan Hamid Ghazali. Beliaulah pemilik tas hitam yang kautemukan. Beliau ingin berterima kasih padamu.” Lelaki berjenggot bermuka ramah menjlaskan.
“Benar Nak Mahmud. Saya sangat berterima kasih padamu. Sebagai rasa terima kasih, saya ingin memberikan sesuatu padamu. Nilainya mungkin tidak seberapa tapi semoga menjadi tanda syukur. Karena siapa yang tidak berterima kasih pada manusia dia tidak berterima kasih kepada Allah.” Kata lelaki setengah baya berwajah bersih bernama Ragab itu.
Mahmud belum sempat mengucapkan sepatah kata, namun Tuan Ragab telah berdiri dan mengulurkan amplop kepadanya. Dengan spontan Mahmud menolaknya seraya berkata,
“Sebentar Tuan Ragab. Kemarin itu saya hanya menunaikan amanah karena Allah. Itu saja. Itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai seorang muslim. Jadi, rasanya tidak semestinya saya menerima yang berlebih. Tidak perlu berterima kasih atas sebuah kewajiban. Bersyukurlah pada Allah.”
“Iya. Kau benar. Tapi tolong terimalah tanda terima kasih saya padamu Nak. Terima kasih saya atas amanah yang kautunaikan.” Desak Tuan Ragab.
“Maaf, janganlah Tuan memaksa saya untuk menerima sesuatu sebagai imbalan kewajiban yang harus saya tunaikan.
Tolong, saya hanya melakukan karena Allah. Tolong. Saya sampaikan empati saya atas sikap Tuan yang hendak berterima kasih pada saya. Saya terima ungkapan terima kasihnya. Tapi tidak untuk sesuatu yang hendak Bapak berikan pada saya. Sekali lagi jangan paksa saya!”
Tuan Ragab memandang kepada lelaki imam masjid yang hanya dengan diam saja sejak tadi. Sang imam mengisyaratkan dengan gelengan kepala dan telapak tangannya agar dia jangan
memaksa.
“Baiklah aku tak bisa memaksa. Tapi apakah kau tahu isi tas hitam itu?” kata Tuan Ragab.
Mahmud menggelengkan kepala seraya berkata, “saya sama sekali tidak membukanya.”
“Aku percaya kamu tidak membukanya karena isinya masih utuh semua. Untung kamu tidak
membukanya, kalau kamu membukanya setan mungkun akan memperdaya kamu agar kamu tidak menunaikan amanah dengan sebenar-benarnya. Lihatlah Nak Mahmud, ini isinya.” Tuan Ragab lalu mengeluarkan isi tas hitam. Pertama-tama koran bekas yang telah lecek. Bungkusan plastik hitam. Sebuah kantong kain berwarna hijau tua. Buku agenda. Dan sebuah pena hitam yang ujungnya kuning keemasan.
“Kelihatannya tak ada yang istimewa kan? Tapi ini adalah setengah perjalanan hidupku.” Kata Tuan Ragab. Dia lalu mengambil bungkusan plastik hitam dan mengeluarkan isinya. Dua bundel dollar Amerika.
“Jumlahnya tiga puluh ribu dollar.” Kata Tuan Ragab. Ia lalu meraih kantong hijau tua dan mengeluarkan isinya: seuntai kalung emas permata dengan bandul permata mulia berwarna merah tua yang sangat indah.
“Ini nilainya tiga ratus ribu dollar. Baru saya beli dari Madrid untuk hadiah keberhasilan putriku semata wayang menghafalkan Al-Quran.”
Tuan Ragab lalu beralih ke buku agendanya. Agendanya itu berkancing. Ia buka dan ia pegang selembar kertas seraya berkata dengan mata berkaca-kaca,
“Ini cek dari seorang kolega di Port Said. Nilainya tujuh ratus tujuh puluh lima ribu pound.
Inilah isi tas hitam lusuh ini Nak Mahmud, apakah aku tidak pantas memberikan sesuatu padamu sebagai ungkapan terima kasih.” Semua yang hadir di ruangan itu diam dan takjub. Semua baru tahu isi sebenarnya tas hitam kumal itu. Imam masjid dan pengurus masjid saat memeriksa tas itu hanya membuka agendanya. Mencatat keterangan yang ada di biodata di halaman depan. Yang tertulis hanya nama pemilik, tanggal lahir. Tidak ada alamat dan keterangan yang lainnya. Mereka tidak sampai memeriksa beberapa berkas yang ada di agenda itu. Juga tidak memeriksa isi kantung hijau tua dan bungkusan plastik. Begitu ada yang mengaku memiliki tas itu. Mereka mengujinya dengan menanyakan kartu identitas. Ketika nama dan data dalam kartu
identitas sama dengan yang tertulis di dalam buku agenda dan bisa menyebutkan isi tas secara umum. Maka mereka percaya dialah pemiliknya. Dan memang sejak diumumkan tidak ada satu orang pun yang mengaku. Sampai datang Tuan Ragab menanyakan kepada pengurus masjid perihal tas hitam kumalnya yang tertinggal saat buang air kecil.
“Allah yang mengatur semua. Alhamdulillah saya bisa mengamalkan ilmu dan menunaikan
amanah. Saya ingin murni karena Allah. Jangan paksa saya,” Kata Mahmud lirih.
“Jadi kau benar-benar tidak ingin menerima amplop ini?”
“Jangan paksa saya, saya mohon.”
“Aku sungguh bangga padamu Nak Mahmud. Baiklah aku tidak akan memaksa lagi. Namun aku tetap ingin mengungkap-kan rasa syukurku. Kepada yang hadir di ruangan ini saksikanlah aku sedekahkan cek senilai tujuh ratus tujuh puluh lima ribu pound untuk anak yatim dan fakir miskin. Pengelolaannya saya serahkan pada pengurus masjid. Pahalanya semoga terlimpahkan pada semua orang beriman yang menunaikan amanah dengan benar.”
Kata-kata Tuan Ragab membuat hati yang hadir di ruangan itu bergetar. Mahmud bersyukur dalam hati bahwa ia bisa mempertahankan prinsipnya. Di akhir pertemuan Tuan Ragab membagikan kartu namanya. Saat bersalaman dengan

BERSAMBUNG....

Sabtu, 26 Maret 2011

Badai Debu....Atau badai pasir

ini adalah pengalaman baru bagi saya yang terjebak di lebatnya badai debu. Selama ini hanya bisa mendengar dari para senior dan juga baca dari internet tentang kedahsyatan badai debu. Tapi tadi malam hari yang cukup mencekam. karena mobil jemputan yang biasa saya tumpangi dari apartement nyasar dua kali sebelum akhirnya tiba di perusahaan di mana saya bekerja.
Untuk lebih detailnya...gini nih ceritanya:........
Sekitar jam 20:00, suasana kota jubail masih adem ayem. Hanya suhu udaranya saja yang sedikit humid alias bikin gerah. Tapi suasana berubah total 180 derajat begitu jam menunjukan pukul 21:00. Dimulai dari angin yang bertiup cukup kencang sehingga membuat pelepah pohon kurma di sepanjang kota jubail doyong (miring) ke kiri.begitu juga dengan sampah plastik yang berputar-putar di sepang trotoar dan tiba-tiba langit menjadi berwarna gelap di ikuti dengan serpihan butiran pasir yang menghempas tiap kendaraan yang melntas.
Tanda-tanda bahwa Sand storm akan semakin dahsyat adalah kota jubail yg biasanya terlihat seperti kota Bombay (soalnya klo hari jum'at banyakan orang india berkeliaran). saat itu seperti kota mati karena mobil yg terparkir sudah mulai tertutupi debu yg berwarna coklat dan sebagian orang mulai berlindung di tempat yang amam.
yang lebih parah lagi ketika mobil beranjak meninggalkan pusat kota jubail menuju kawasan industri, kondisinya semakin kelam dikarenakan lampu-lampu yang menerangi kawasan pabrik dan menjadi pemandangan terindah kota jubail dimalam hari, kali ini tidak menampakan cahaya. Dan itu bukan dikarenakan karena padamnya lampu melainkan tertutup lebatnya badan debu. Jarak pandang cuma 2 meteran dan kecepatan kendaraan yang biasanya melaju di atas 100 km/jam, malam ini cuma bisa melaju paling cepat cuma 10 km/jam... sopir jemputan yg biasa nganter tiap hari hari aja sampe bisa nyasar 2 kali. dan jarak tempuh biasanya hanya sekitar 20 menit sampe molor sekitar sejam. dan yang lebih apes lagi, jaket celana kerja and semua yg nempel di badan langsung jadi coklat... Untung kebiasaan mangap saat ini gak kumat, klo ngga! gigi bisa karatannnn hehehheeeeee
Effect sand storm sampe melumpuhkan beberapa pabrik di kawasan jubail. yg paling terasa adalah Gas Plant yg ngeproduksi Nitrogen. mayoritas langsung lumpuh total. untungnya plant ane cuma sekarat ga sampe tewasss hehheheeeee
Tapi lagi-lagi di balik semua musibah pasti ada berkah. buktinya para pencuci mobil keliling pada kebanjiran order......


Kamis, 24 Maret 2011

RINGKASAN TATA CARA UMROH

 1.   Ihram

Apabila  telah  sampai  di  miqat,  sebelum  memulai  ihram disunnahkan  mandi  dan  membersihkan  badannya.  Bagi  laki-laki disunnahkan  memakai  wewangian,  namun  bagi  wanita  tidak diperbolehkan memakainya  kapanpun  selama  di  luar  rumah.  Lalu berniat  di  dalam  hati  untuk  melaksanakan  ibadah  umrah,  dan mengucapkan:  
 الهم لبيك عمرة
Mulai  di  sini  sudah  diharamkan  baginya  larangan-larangan ihram. Lalu membaca talbiyah:

لبيك الهم لبيك, لبيك لا شريك لك لبيك إن الحمد والعمة لك والملك لا شريك لك 

(Hamba  penuhi  panggilan-Mu  wahai  Allah,  hamba  penuhi panggilan-Mu. Hamba  penuhi  panggilan-Mu  tiada  sekutu bagi-Mu, hamba  penuhi  panggilan-Mu.  Sesungguhnya  segala  puji, kenikmatan dan kerajaan adalah milik-Mu,  tiada  sekutu bagi-Mu). Ini  terus  dibaca  sampai  memasuki  Masjidil  Haram  dan  melihat
Ka'bah.  Saat  masuk  di  Masjidil  Haram,  dahulukan  kaki  kanan, seraya mengucapkan doa masuk masjid :

بسم الله, والصلاة والسلام على رسول الله اعوزباالله العظيم وبوجهه الكريم سلطا نه القديم من شيطان الرجيم اللهم الفتح لي أبواب رحمتك 

(Dengan  menyebut  asma  Allah,  semoga  shalawat  dan  salam tercurah  kepada  Rasulullah.  Aku  berlindung  kepada  Allah  Yang Maha  Agung,  dengan  Wajah-Nya  Yang  Mulia,  dan  kerajaan-Nya
yang  ada  semenjak  azali,    dari  setan  yang  terkutuk,  Ya  Allah bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu). Kemudian menuju ke arah Hajar Aswad untuk memulai Thawaf. 

2. Thawaf  
Selama  thawaf,  bagi  laki-laki  diharuskan  idhtiba',  yaitu menyarungkan kain ihram di atas pundak kiri, dan dibawah ketiak kanan, mulai awal  thawaf sampai selesai. Thawaf dimulai di Hajar Aswad, usap dengan  tangan kanan  lalu  cium  jika memungkinkan, tidak  berdesak-desakan  atau  menyakiti  seseorang.  Saat
menciumnya  mengucapkan:  "Bismillahi  Allahu  Akbar".  Apabila tidak mungkin, cukup mengusap dengan tangan kanan lalu tangan itu  dicium.  Atau  cukup  dengan  memberi  isyarat  sekali  dengan tangan kanan, seraya mengucapkan: "Allahu Akbar" tanpa diiringi dengan  mencium  tangan.  Jadikan  Ka'bah  di  sisi  kiri,  berjalan mengelilinginya  sebanyak  tujuh  putaran.  Satu  putaran  dihitung dari  Hajar  Aswad  sampai  Hajar  Aswad  lagi.  Bila  telah  sampai  di Rukun  Yamani  (sudut  sebelum  Hajar    Aswad),  disunnahkan mengusapnya  dengan  membaca:  "Bismillahi  Allahu  Akbar".  Bila tidak mengusap  tidak disunnahkan memberi  isyarat, dan berjalan seperti biasa. Antara Rukun Yamani dengan Hajar Aswad membaca doa:

ربنا اتنا في االدنيا حسنةوفي الخرة حسنة وقنا عزاب النار
"Ya  Tuhan  kami,  berilah  kami  kebaikan  di  dunia  dan  kebaikan  di akhirat dan lindungi kami dari siksa neraka".
Pada tiga putaran pertama dalam thawaf umrah dan thawaf qudum  disunnahkan  untuk  raml,  yaitu  berlari-lari  kecil  dengan langkah kaki yang berdekatan. Selama  thawaf  disunnahkan memperbanyak  dzikir dan doa yang disukainya, tak ada doa tertentu yang diajarkan Rasulullah ًٍِpada saat thawaf, kecuali yang dibaca diantara Rukun Yamani dan Hajar Aswad tadi. Bila  telah  selesai  tujuh  putaran,  akhirilah  thawaf  dengan mengusap atau mencium atau isyarat kepada Hajar Aswad (sesuai perincian  di  awal  thawaf).  Kemudian  letakkan  kain  ihram  dalam keadaan biasa  (menutupi kedua pundak).  Lalu menuju ke Maqam
Ibrahim dengan membaca:  

واتجخزوامن مقمام إبراهيم مصلي
"Dan jadikanlah sebahagian Maqam Ibrahim tempat shalat"
Lakukan  shalat  dua  rekaat  di  belakang  Maqam  Ibrahim dengan  jarak  agak  dekat,  bila  tidak  memungkinkan,    agak  ke belakang, bila tidak memungkinkan bisa shalat di daerah manapun selama di dalam Masjidil Haram. Adapun bacaannya  setelah  surat Al  Fatihah  pada  rekaat  pertama  membaca  Surat  Al  Kafirun  dan pada rekaaat kedua membaca surat Al Ikhlas. Setelah  itu  disunnahkan  menuju  ke  sumur  zam-zam  untuk minum  air  zam-zam  sepuas-puasnya,  niatkanlah  hajat  yang diinginkan  saat  meminumnya,  insya  Allah  akan  dikabulkan  Allah Ta'ala. Kemudian  kembali  ke  hajar  aswad  untuk  kembali  mencium atau mengusapnya  sesuai dengan perincian dalam  thawaf. Hal  ini adalah sunnah, namun sudah banyak dilupakan orang.  

3. Sa'i
Lalu  berjalan  ke  bukit  Shafa  untuk  melakukan  Sa'i.  Saat menaiki Shafa, membaca:   
إن اصفا والمروة من شعا ئرالله
"Sesungguhnya  Shafa  dan  Marwah  adalah  sebahagian  dari  syi'ar Allah".

Lalu berdiri di Shafa menghadap Ka'bah dengan mengangkat kedua  tangan  mengucapkan:  "Alhamdulillah  wallahu  Akbar"  tiga kali, juga ucapkan bacaan ini tiga kali :  
لا إله إلا الله وحده لاشريك له ,له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير,لا إله إلا الله وحده أنجزوعده ونصرعبده وهزم الاحزاب وحده

"Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah saja tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan milik-Nya segala puji dan Dia Maha  berkuasa  atas  segala  sesuatu.  Tiada  sesembahan  yang berhak  disembah  kecuali  Allah  saja,  Dia  memenuhi  janji-Nya, menolong  hamba-Nya,  dan  menghancurkan  pasukan-pasukan (musuh-Nya) sendirian".

Disela-sela mengulang bacaan ini berdo'a sesuai dengan keinginannya, lebih afdhol do'a diulang tiga kali.
Setelah  itu  turun  dari  bukit Shafa menuju  ke  bukit Marwah, seraya mengucapkan: 
أبدأ بما بدأ الله به
"Aku  memulai  sebagaimana  Allah  memulai".  (Bacaan  ini diucapkan sekali pada saat ini saja). 
 
 Berjalanlah  biasa  sampai  pada  tempat  isyarat  lampu  hijau pertanda disunnahkan lari-lari kecil di tempat itu sampai ke tanda lampu  berikutnya.  Lalu berjalan biasa  lagi  sampai  ke Marwah.  Ini dihitung  sekali  putaran. Sesampai  di  atas Marwah menghadap  ke arah Ka'bah dan mengangkat kedua tangan seraya membaca dan berdoa  seperti  ketika di Shafa,  lalu berjalan biasa  ke arah Shafa. Pada  tanda  lampu  hijau lakukan  lari-lari  kecil  sampai  tanda berikutnya.  Bila  sampai  di  Shafa  lagi  berarti  telah mendapat  dua putaran.  Seperti  ini  dilakukan  tujuh  kali  dan  akan  berakhir  di Marwah. Selama Sa'i diperbolehkan membaca Al Qur'an, berdzikir atau  berdoa  apa  yang  mudah  baginya,  karena  tak  ada  bacaan tertentu untuk setiap putaran dalam Sa'i. 
 
4. Tahallul
Setelah  Sa'i  melakukan  tahallul  dengan  mencukur  rambut baik mencukur pendek atau gundul. Akan tetapi mencukur gundul lebih  utama  karena  Rasulullah    mendoakan  rahmat  bagi  yang mencukur  gundul  tiga  kali  sedang  bagi  yang  mencukur  pendek hanya  sekali. Usahakan  semua  bagian  rambut  tercukur meskipun sedikit. engan ini telah selesai amalan umrah dan tidak diharamkan lagi  larangan-larangan  ihram.  Semoga  Allah  ta'ala  berkenan menerima  amalan  kita  dan memasukkan  kita  ke  dalam  golongan hamba-hamba yang diridhoi-Nya. Amin. 
 
5. Larangan-larangan Ihram
Mengambil  rambut,  memotong  kuku,  memakai  wewangian, berburu binatang darat, memakai baju berjahit  (khusus  laki-laki), menutup kepala dengan penutup yang menempel ke kulit (khusus laki-laki), menutup muka  (bagi wanita, kecuali bila di depan lelaki yang  bukan  mahram,  tetap  menutup  muka),  mengeluarkan  air mani,  melakukan  akad  nikah,  bersetubuh  dan  memandang  atau menyentuh lain jenis dengan syahwat, bertengkar dan melakukan kemaksiatan secara umum. 

Wallahu Ta'ala A'lam. 

Jumat, 18 Maret 2011

Teror Bomb lagi? (ini tips dari saya....)

Gerrrrrrr....

Kayaknya kemarahan gue udah nyampe ke ubun-ubun, ngeliat semua kejadian di negeri ku tercinta. negeri yang dahulu damai sentosa, subur merata sekarang porak poranda di hantam isu terorisme. Dan yang lebih menyakitkan ketika tahu yang jadi "kambing hitamnya" adalah kelompok Islam.
Terlepas dari siapapun biang keroknya yang jelas teror ini menjadi sangat efektiv karena berhasil membuat masyarakat kita ketakutan. Buktinya paket yang jelas-jelas berisi buku (ga pake Bomb) jadi korban ledakan group Gegana. begitu juga paket sepatu hingga bungkus kardus berisi filter AC pun menjadi momok yg menakutkan. Dan itu bukti bahwa teror itu benar-benar berhasil dalam segala hal.
Kalo ngeliat modus operandinya (ceila kayak orang nyang sering ngomong di tipi-tipi).... sepertinya si pelaku tahu benar trik membuat masyarakat cemas tanpa menjadikan masyarakat sebagai korban secara langsung dengan biaya yang sangat murah meriah.Kenapa saya bilang begitu karena hanya melewati jasa kurir yg murah, si pelaku sudah bisa menyedot perhatian publik yg sangat dahsyat.
intinya sih dari beberapa analisys saya sebagai pakar kuliner... Masyarakat ga perlu cemas dengan semua teror yg sedang di sebar oleh oknum yg tidak bertanggung jawab. karena sekali lagi sasarannya bukan masyarakat tapi para "Tomas" alias tokoh masyarakat bin orang tenar. dengan kata lain selama kita belum tenar, yaa tetep aman.... just kiddink. BTW selama kita yakin bahwa umur kita sudah ada yg nentuin yaa pasrah dan tawakal aja biar hidup tentrem sambil meningkatkan kewaspadaan akan tingkah laku yg tidak biasa di sekitar kita...(wualahhh malah tambah ngaco)..
Kembali ke benang merah... ada beberapa tips dari saya untuk menghindari teror bomb buku di sekitar kita:
1. Tawakal kepada Allah, meminta perlindungan dari segala macam bahaya.
2. Bagi yang sering nerima paket/parcel harap berhati-hati dan mulai dari sekarang stop pemberian parcel.
3. Kalo anda nerima paket yg mencurigakan (sekali lagi klo dapet...tapi perasaan gue jarang dech) segera lapor pihak berwajib.
4. Kalo anda nerima paket yg mencurigakan (sekali lagi klo dapet...klo ga yaa sabar) pastikan anda kenal pengirimnya klo ga kenal segera lapor ke pihak yg berwajib dan jgn coba-boba kenalan apalagi sampe tuker-tukeran nomor handphone.
5. waspadalah...teror bomb dapat datang kapan saja, dimana saja, dan bisa dateng dalam segala bentuk teror seperti Teror mata sapi, teror setengah matang, teror dadar dsb....heheheeeee

Pesan saya... jangan terlalu cemas dengan teror yang ada. tetap waspada dan selalu berdoa agar di berikan ketenangan, umur yg bermanfaat, pemimpin yang adil dan taat pada hukum Allah. Amin Yaa Robbal Alamin

Kamis, 17 Maret 2011

Obrolan warung kopi....

Seperti biasa...untuk mengisi saat membosankan di ruang kontrol, saya ngobrol dengan beberapa orang anak arab saudi. obrolan yang santai dan biasanya bermula dari saling bertukar kosakata antara arab-indonesia. obrolan ngawur ngidul itu terhenti saat mereka menanyakan tentang "SIHIR" di indonesia yang menurut mereka sangat subur di negeri ini. Pikiran saya melayang jauh (ciyeee) disaat saya pertama kali menginjakan kaki di saudi dan ngobrol dengan imam mesjid di kawasan al-bahar. beliau juga menanyakan pertanyaan yg sama tentang sihir. dan juga obrolan saya dengan seorang muttawa di mesjid sekitar Al-Arifi.
Karena tergelitik dengan deretan pertanyaan yang sama dengan nara sumber yang berbeda-beda. maka saya mulai menggali pertanyaan yg lebih dalam dengan anak-anak arab yang nota bene memiliki hubungan yg lebih akrab dan berharab mendapat jawaban yang sedikit memuaskan dari mereka. karena jawaban yang saya dapat selama ini selalu tidak mudah untuk diterima.
Dan inilah cuplikan obrolannya yang sudah di sadur kedalam bahasa indonesia untuk memudahkan para pembacanya (ngeles soalnya lemah pada written test english...kwekwekwekk) :

Arab : Bagaimana dengan praktek sihir di indonesia.?
Saya : Sihir gimana maksudnya? maksud kamu itu sulap? sambil belaga bego...heheheeee
Arab : Praktek ilmu hitam yang bisa membuat orang sakit dari jarak jauh..
Saya : yang kamu maksud itu voodoo... bukannya itu banyak di afrika? masih pasang tampang bloon...
Arab : yaa yang semacam itulah...
Saya : Dari mana kamu dapat cerita seperti itu? dari internet atau dari TV? jangan mudah percaya sama perkataan dua media tersebut... kamu harus teliti dulu kebenarannya..
Arab : ini kita simpulkan karena banyak para pembantu rumah tangga indonesia yang memperaktekannya di arab saudi. dan itu menimpa salah satu kerabat saya...
Saya langsung merasa terpojok dan terdiam sejenak karena saya merasa selama ini hanya cerita ini hanya isapan jempol belaka... dan kembali saya bertanya lebih dalam.
Saya : memperaktekan seperti apa? kan sihir itu sulit di buktikan?
Arab : iya...keluarga saya juga tidak percaya kalo kita sendiri tidak membuktikannya. dan semua itu berawal dari salah seorang kerabat saya yang sakit mendadak. ketika ditanyakan kepada seorang muttawa (ulamanya saudi) dan mereka menyimpulkan ini adalah praktik sihir. tapi saat itu kita sekeluarga tidak tahu siapa pelakunya. sampai suatu saat salah seorang keponakan saya yg masih kecil masuk ke kamar pengasuhnya yg keluar membawa beberapa pakaian dalam kakeknya dari kamar si pembantu. dan setelah di check lebih dalam ternyata dari koper si pembantu dari indonesia itu ditemukan barang-barang majikan yang tak layak disimpan bila tidak ada maksud tertentu. dan akhirnya keluarga kami memulangkan pembantu itu ke Indonesia dan sekarang kami sekeluarga memilih pembantu dari Philpina, srilanka dan kapok sama orang indonesia..
Saya sambil sedikit mangap hanya bisa tertegun mendengar cerita tersebut...
Saya : saya hanya bisa bilang kalo yang namanya sihir ada di setiap negara termasuk di indonesia. dan kita menyebutnya TELUH. blablablaaaa
dari cerita ini ada beberapa pertanyaan yang muncul di pikiran saya yang harus saya jawab sebagai warga negara indonesia :
1. Sampai separah inikah praktik dukun di indonesia. hingga go internasional?
2. inikah alasan mengapa pembantu indonesia terkadang sangat di benci di arab saudi? atau ini yg menjadi salah satu penyebab, mengapa pembantu asal indonesia sering mendapat perlakuan kasar dari masyarakat lokal? padahal pembantu yg bekerja di arab bukan hanya dari RI aja...ada dari philipina, srilanka, india..
3. masih banyak pertanyaan lainnya...

Wallahu'alam bishawab

Rabu, 02 Maret 2011

Evolusi of my face.....

Pagi ini gue terbangun oleh dinginnya udara malam.... sambil mengenyitkan bola mata memandang jejeran angka yang ada dilayar handphone. oughhh baru jam 03:44 am. walau masih terlalu dini tuk bangun tapi rasanya tidur sudah terasa cukup (maklumlah karena selama musim panas, waktu malam amatlah panjang). Walau air terasa dingin namun tidak menyurutkanku tuk mengusap wajah ini dengan air wudhu. selepas melaksanakan sholat sunnah dan menunggu adzan subuh berkumandang, kuberanjak ke laptopku yg sejak semalam lupa tuk dimatikan. dan kulihat angka puluhan merah nangkring dipojok notification jejaring sosial yg aku ikuti. semua berisi ucapan selamat yg dibalut doa menandakan hari ini adalah hari special.
Kupandangi kalendar di pojok laptop dan kupun tersenyum ternyata sahabat dan keluargaku lebih ingat dengan hari kelahiranku ketimbang diriku sendiri. hal ini mungkin dikarenakan aku tidak terlalu mempedulikan dengan hari ulang tahunku. tapi semua ini mengingatkanku akan satu hal. setiap kali ultah ada satu hal yg terus ku ingat, ku ingat bahwa hari ini telah berkurang satu nikmat dari hidupku. nikmat umur yang terkadang sering terlupakan.
waktu terasa begitu cepat berlalu, sudah 35 tahun merasakan nikmatnya dunia. dan kucoba mereview perjalanan hidup ini. kupandangi satu persatu album photo dan tampak banyak perubahan dari diri ini. dan ntuk memastikan bahwa ini memang benar-benar berubah. kucoba memandangi cermin yg selama ini jujur mengatakan siapa aku yg sebenarnya. Astagfirullah...ternyata banyak sudah nikmat yg satu persatu pergi dari diri ini. rambut sudah menipis dan mulai memutih dan ditambah fisik yg tidak setegar dulu.
sekali lagi terima kasih sahabat dan keluargaku yg telah mengingatkanku akan semua ini dan juga terima kasih Yaa Allah yang telah memberikanku semua ini. buat para sahabat ku ucapkan :


بارك الله لك وبارك وجز اك الله خيرا, ورزقك الله مشله, وآخزل شوابك 

Semoga Allah memberkahimu dan membalas dengan kebaikan dan kalian diberikan rezeki seperti itu dan balasanmu dilipatgandakan…Amin